Menjadi salah satu infrastruktur penghubung antarkawasan, pembangunan jalan tol menjadi kian krusial. Hal ini lantaran keberadaannya dinilai dapat memperlancar arus lalu lintas serta memberi kontribusi pada pengembangan wilayah sekitar dan peningkatan ekonomi.
Tak ayal jika pembangunan jalan tol di Indonesia sedang gencar dilakukan, terutama pada era pemerintahan presiden ke-7 Republik Indonesia. Terlebih lagi, dikeluarkannya peraturan presiden mengenai percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, menyebabkan pembangunan infrastruktur—salah satunya jalan tol—menjadi suatu hal yang difokuskan.
Salah satu bukti nyata imbas dari percepatan Proyek Strategis Nasional tersebut adalah dimulainya proyek pembangunan Tol Solo–Yogyakarta–Yogyakarta International Airport (YIA). Hal ini dilakukan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat yang diatur dalam peraturan tersebut.
Pembangunan Tol Solo-Yogyakarta-YIA
Jalan tol dengan panjang kurang lebih 96,57 km ini dikelola oleh BUJT PT Jogja Solo Marga Makmur. Biaya investasi yang dikeluarkan tentu saja tidak sedikit nominalnya, yaitu senilai Rp26,63 triliun dengan biaya pembebasan lahan sebesar Rp1,7 triliun di empat kabupaten, yaitu Karanganyar, Boyolali, Klaten, dan Sleman.
Memasuki area tol, kita dapat melihat konstruksi jalan tol yang dibuat secara at grade (di atas tanah) sepanjang kurang lebih 30 km dengan dua jalur, masing-masing terdiri dari dua lajur selebar 3,6 meter di kanan dan kiri.
Mengapa dipilih konstruksi secara at grade?
Konsep at grade dipilih dengan mempertimbangkan aspek lokasi dan kondisi tanah sekitar pembangunan yang cenderung landai. Selain itu, konstruksi secara at grade juga dipilih lantaran dianggap paling sesuai dengan kondisi alam DI Yogyakarta yang sulit diprediksi karena adanya potensi likuifaksi, sesar, serta terletak dekat Gunung Merapi.
Pembangunan Tol Solo–Yogyakarta–YIA terdiri dari tiga seksi pengerjaan. Seksi I terdiri dari dua paket, yaitu paket 1.1 Kartosuro–Klaten sepanjang 22,3 km yang dikerjakan oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk dan paket 1.2 Klaten–Purwomartani sepanjang 20,075 km yang dikerjakan oleh PT Daya Mulia Turangga. Hingga awal tahun 2022, pembebasan lahan yang dilakukan sudah mencapai 48,77% dan
progres konstruksi mencapai 17,88%
Sementara itu, Seksi II Purwomartani–Gamping sepanjang 23,43 km masih dalam tahap penyusunan Rencana Teknik Akhir (RTA).
Untuk seksi III Gamping–Purworejo sepanjang 30,77 meter, terbagi dalam dua paket pengerjaan yaitu paket 3.1 Gamping–Wates sepanjang 13,33 km dan paket 3.2 Wates–Purworejo sepanjang 17,45 km. Hingga awal tahun 2022, progresnya masih dalam tahap finalisasi Izin Penetapan Lokasi (IPL).
Dalam pembangunannya, Jalan Tol Solo–Yogyakarta–YIA akan menerapkan teknologi building information modelling (BIM). BIM merupakan suatu sistem atau teknologi yang mencangkup beberapa informasi penting dalam proses desain, konstruksi, koordinasi, dan pemeliharaan yang berbasis pada model 3D.
Pada konstruksi Tol Solo–Yogyakarta–YIA, teknologi BIM 3D tersebut kemudian dikembangkan dan dimaksimalkan penggunaannya dengan BIM 4D dan 5D untuk meminimalisasi terjadinya cost overrun. Hal ini karena penggunaan BIM memiliki kelebihan berupa akurasi dalam perhitungan kebutuhan material serta menjadi alat pengambilan keputusan dengan adanya visualisasi kondisi lapangan pada modelling 3 dimensi.
Tujuan Pembangunan Tol Solo-Yogyakarta-YIA
Sebagai infrastruktur penghubung Provinsi Jawa Tengah dengan DI Yogyakarta, keberadaan Tol Solo–Yogyakarta–YIA memberikan dampak signifikan terhadap aksesibilitas wilayah tersebut. Hal ini nantinya akan sangat berpengaruh pada aspek ekonomi masyarakat setempat.
Dengan adanya pembangunan seksi I, diharapkan perekonomian masyarakat di wilayah segitiga emas (Yogyakarta–Solo–Semarang) akan mengalami peningkatan. Sementara itu, pembangunan seksi II dan III dilakukan dengan harapan akan memperlancar arus lalu lintas wilayah Sleman–Yogyakarta–Wates–Purworejo.
Keberadaan tol ini diharapkan dapat memperlancar konektivitas antardaerah baik dari sektor industri, barang, maupun jasa. Hal ini akan memberikan multiplier effect, yaitu meluasnya pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan ekonomi sehingga berpengaruh pada peningkatan pendapatan dan konsumsi.
Sebagai contoh, dengan adanya tol Solo–Yogyakarta–YIA maka wisatawan yang akan berlibur di Yogyakarta bisa bermalam di Solo bahkan berkuliner di Semarang dengan kemudahan akses tersebut.
Pembangunan tol ini diharapkan dapat memberikan peningkatan pengembangan pariwisata sebagai efek dari adanya KSPN Candi Borobudur dan kawasan pariwisata lain seperti Candi Prambanan serta Kawasan Industri Piyungan Creative Economy Park.
Selain itu, aktivitas lalu lintas akan makin lancar dengan kemudahan menuju tiga bandar udara, yaitu New Yogyakarta International Airport di Kulonprogo, Bandar Udara Ahmad Yani di Semarang, dan Adi Soemarmo di Solo.
Pertimbangan Pemilihan Alternatif Trase Jalan Tol
Dalam pembuatan trase Jalan Tol Solo–Yogyakarta–YIA, terdapat beberapa aspek pertimbangan, di antaranya analisis traffic, kontur, biaya, ketersediaan lahan, kondisi masyarakat setempat yang meliputi sosial dan budaya, rekomendasi pemerintah daerah, serta persetujuan dari Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR.
Melalui pertimbangan aspek di atas, diusulkan beberapa alternatif trase sebagai trase basic design. Berdasarkan pernyataan Kepala BPJT Prof. Dr. Tech. Ir. Danang Parikesit, M.Sc. kepada Tim Clapeyron, trase pilihan untuk ruas Tol Solo–Yogyakarta–YIA adalah trase yang paling ideal, dengan pertimbangan:
1. Minimnya kemungkinan dihadapkan dengan tantangan topografi pegunungan, kawasan hutan lindung/cagar alam, dan potensi masalah geoteknik;
2. Arahan Pemerintah yang mengharapkan ruas jalan tol memberikan multiplier effect bagi wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah;
3. Penyelarasan rencana pembangunan jalan tol harus selalu dengan rencana pembangunan daerah serta memaksimalkan pemanfaatan tanah nasional/tanah milik pemerintah.
Pembangunan Jalan Tol Solo–Yogyakarta–YIA akan dibuat dengan memadukan konsep pembangunan dengan nilai-nilai lokal daerah. Hal ini dilakukan lantaran masih terdapat banyak peninggalan budaya di sekitar pembangunan tol sehingga desain trase dibuat dengan menyesuaikan daerah cagar budaya sekitar.
Konsep Rest Area untuk Pengembangan UMKM serta Penentuan Tarif Tol Solo-Yogyakarta-YIA
Travelling dari satu tempat ke tempat lain melalui jalan tol mungkin saja akan melelahkan. Oleh karena itu, sarana rest area begitu diperlukan untuk sejenak mengistirahatkan diri dari penatnya perjalanan.
Pengembangan rest area bertujuan untuk mengoptimalkan dampak positif pembangunan jalan tol, yaitu sebagai pembangkit kawasan ekonomi baru serta meningkatkan promosi brand lokal, seperti halnya pada Jalan Tol Solo–Yogyakarta–YIA yang saat ini dalam tahap perencanaan.
Sebagai BUJT, PT Jogjasolo Marga Makmur semaksimal mungkin akan mengakomodasi UMKM lokal pada rest area-nya. Desain rest area akan menerapkan kearifan lokal sesuai kondisi sosial dan budaya daerah. Diharapkan dalam lima tahun ke depan, setiap ruas tol dan rest area dapat memiliki karakteristik yang khas sehingga dapat dijadikan juga sebagai objek wisata lokal.
Rest area di Seksi 3 (Gamping–Purworejo) akan memiliki konsep yang unik dan berbeda dari yang lainnya. Rest Area di Seksi 3 terletak di pertemuan antara akses Simpang Susun Gamping dan Jl. Nasional di main road. Hal ini menyebabkan rest area tersebut dapat diakses melalui jalan tol dan non-tol (jalan provinsi). Keunikan ini akan menjadi ciri khas yang tidak bisa ditemukan di jalan tol lainnya.
Tarif tol pada Jalan Tol Solo–Yogyakarta–YIA ditetapkan berdasarkan jenis kendaraannya. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi variasi biaya pemeliharaan akibat pemakaian kendaraan yang berbeda. Komposisi tarif berdasarkan golongan jenis kendaraan adalah:
1. Golongan I: 1 kali;
2. Golongan II dan III: 1,5 kali;
3. Golongan IV dan V: 2 kali.
Tarif tol tersebut akan digunakan sebagai pendapatan utama tol serta membiayai operasi dan pemeliharaan jalan tol meliputi SDM operasi, pemeliharaan rutin, dan pemeliharaan berkala. Selain itu, tarif tol juga digunakan untuk pengembalian investasi yang meliputi biaya desain, konstruksi, supervisi, peralatan tol, overhead, eskalasi, serta biaya keuangan meliputi financial cost dan biaya masa konstruksi.
Tulisan oleh Baiq Melly Ciptayuni Asmarani
Data oleh Fahmi Muhammad Gibran
Ilustrasi oleh Fairunafis Sabrina
Dokumentasi oleh Badan Pengatur Jalan Tol