Mengenang Jasa Mengabadikan Nama

Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada telah merampungkan pembangunan dua gedung baru yang dilakukan selama masa perkuliahan dalam jaringan atau online. Dua gedung baru ini, yaitu Engineering Research and Innovation Center (ERIC) dan Smart and Green Learning Center (SGLC) yang dapat terlihat jelas dari Jalan Grafika. 

Gedung-gedung tersebut dibangun dengan standar green building dan menggunakan banyak teknologi mutakhir. Teknologi yang digunakan di gedung ini seperti detektor gempa, viscoelastic damper, panel surya, dan lainnya. Selain dipergunakan untuk Kantor Pusat Fakultas Teknik dan pusat kegiatan civitasnya, gedung ini juga dapat menjadi pembelajaran nyata untuk mahasiswa dengan segala teknologinya. 

Pembangunan ERIC dan SGLC diharapkan dapat mendukung dan meningkatkan kreativitas mahasiswa serta dosen dalam mengembangkan keilmuannya. Inovasi-inovasi baru dalam dunia teknologi diharapkan lahir dari tempat ini. Oleh karena itu, sebagai simbol inovasi dan perkembangan teknologi, penamaan dua gedung baru tersebut menggunakan dua nama tokoh besar di Indonesia. 

Profesor Roosseno Soerjohadikoesoemo dan Profesor Herman Johannes merupakan tokoh berpengaruh dalam pendirian Fakultas Teknik di era kemerdekaan. Fakultas Teknik UGM awalnya hanya memiliki tiga jurusan, yaitu teknik sipil, teknik mesin-listrik, dan teknik kimia yang kemudian berkembang hingga saat ini memiliki empat belas jurusan. Perkembangan tersebut tidak lepas dari jasa kedua tokoh tersebut. 

Nama Profesor Roosseno Soerjohadikoesoemo diabadikan sebagai nama gedung ERIC. Hal tersebut sangat sesuai karena Profesor Roosseno memiliki semangat yang luar biasa dalam berkarya hingga gelar sebagai Bapak Beton Indonesia tersemat pada dirinya. Profesor Roosseno merupakan salah satu dari lima pendiri Universitas Gadjah Mada dan pernah menjadi dekan Fakultas Teknik pada awal terbentuknya. 

Roosseno lahir dari keluarga yang berkecukupan di Madiun pada tanggal 2 Agustus 1908, beliau memulai sekolah dasar di Ngawi dan terus menempuh jenjang pendidikan di Madiun serta Yogyakarta hingga ia lulus sekolah menengah atas. Pada tahun 1928, beliau melanjutkan pendidikannya di Technise Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) dan menjadi satu-satunya pribumi yang lulus dengan predikat summa cum laude di tahun 1932. Setelah lulus dari universitas, karir beliau makin melejit dengan mengabdi menjadi menteri sebanyak tiga kali; Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Transportasi, dan Menteri Ekonomi. Tak berhenti sampai di situ, beliau juga menghasilkan karya-karya monumental yang ia sumbangkan pada negara. 

Karya-karya terbaik Roosseno masih dapat disaksikan sampai sekarang. Beberapa dari karya tersebut, seperti Gedung Sarinah, Monumen Nasional, Gelora Bung Karno, Restorasi Borobudur, dan lainnya. Melanjutkan semangat Roosseno dalam berinovasi dan berkarya demi Bangsa Indonesia merupakan cara terbaik untuk mengenang jasanya dan melanjutkan cita-citanya.

Sedangkan, untuk mengenang jasa Profesor Herman Johannes yang pernah menjabat sebagai rektor UGM, namanya diabadikan sebagai nama gedung SGLC. Sepak terjangnya dalam dunia pendidikan dan teknologi diharapkan dapat menginspirasi setiap civitas academica yang berkegiatan di SGLC. Tidak hanya itu, atas segala jasanya, Indonesia juga mengabadikan gambar Profesor Herman dalam uang logam pecahan Rp100. 

Professor Herman Johannes atau yang sering disebut dengan panggilan Pak Jo lahir di desa Keka, Pulau Rote, NTT pada tanggal 12 Mei 1912. Sejak muda, beliau sudah harus meninggalkan desanya agar dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Berkat prestasi-prestasi yang diraihnya selama jenjang sekolah menengah umum, ia kemudian diberikan beasiswa untuk melanjutkan studinya ke Technische Hoogeschool te Bandung (ITB) di Bandung pada tahun 1934 dan menyelesaikannya pada tahun 1946. 

Semasa kuliah, beliau banyak menghasilkan karya-karya ilmiah hingga dimuat dalam majalah De Ingenieur in Nederlandsch Indië dan mendapatkan penghargaan dari Koninklijk Instituut van Ingenieurs di Belanda. Setelah lulus, beliau memulai karirnya dengan memimpin sebuah laboratorium persenjatan di Yogyakarta ketika Belanda melancarkan agresi militer. Setelah belanda mengakui kedaulatan Indonesia, beliau melepaskan seluruh jabatannya di dunia militer dan mengabdi di bidang pendidikan serta menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga dalam kabinet Moh. Natsir.

Di era yang sulit bagi bangsa Indonesia, dua tokoh besar tersebut sudah menyadari akan pentingnya pendidikan untuk kehidupan diri sendiri dan dunia. Daya juang mereka perlu ditiru oleh generasi muda zaman sekarang yang kehidupannya sudah semakin mudah. Banyaknya teknologi baru yang memanjakan kehidupan manusia seharusnya menjadi semangat untuk selalu berproses dan berkarya, bukan sebaliknya. Hal ini karena dunia yang semakin dinamis perlu diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas. 

Tulisan oleh Nada Gitalia

Data oleh Shafa Arkan Athalla

Gambar oleh Fauzan Helmi