Bendungan Multiguna Pendukung Kawasan Jawa Barat

Sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan pemerataan pembangunan, penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi fokus pembangunan saat ini. Sektor bendungan merupakan salah satu dari banyaknya infrastruktur yang masuk dalam kategori PSN. Pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, ada sekitar 65 bendungan yang siap untuk dibangun. Dari 65 bendungan tersebut, tiga di antaranya dibawahi oleh Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung (BBWS Cimancis). Ketiga bendungan tersebut meliputi Bendungan Jatigede, Bendungan Kuningan, serta Bendungan Cipanas.

Proyek Bendungan Cipanas
Sesuai namanya, bendungan ini terletak di hulu Sungai Cipanas. Bendungan Cipanas merupakan jenis bendungan multiguna yang memiliki fungsi utama memenuhi kebutuhan irigasi dan air baku untuk masyarakat Kabupaten Sumedang sampai Kabupaten Indramayu. Bendungan Cipanas juga direncanakan dapat mengantisipasi terjadinya banjir yang sering terjadi di wilayah sekitarnya, seperti Desa Rajasinga, Karangasem, Jatimulya, dan Cibereng. Selain ketiga fungsi utama tersebut, Bendungan Cipanas diharapkan dapat menunjang kegiatan pariwisata dengan catatan tidak mengganggu tujuan utamanya.

Bendungan Cipanas dibangun dengan tipe urugan dengan inti tegak. Tipe urugan dipilih karena  cenderung lebih aman terhadap fenomena geologi seperti gunung meletus atau gempa bumi. Selain itu, Bendungan Cipanas menggunakan tipe urugan untuk menyesuaikan kondisi lereng yang lebar dan landai di lokasi pembangunannya. Kondisi ketersediaan material di sekitar lokasi yang didominasi batu daripada tanah serta biaya yang lebih murah apabila dibandingkan dengan tipe beton juga menjadi alasan mengapa dipilih tipe urugan. 

Tubuh Bendungan Cipanas bersifat zonal dan terdiri dari empat zona. Zona tersebut meliputi zona inti kedap air (zona 1), zona filter halus (zona 2a), zona filter kasar (zona 2b), zona batu (zona 3), dan riprap (zona 4). Material yang digunakan pun dibedakan di tiap zonanya. Zona kedap air atau zona 1 menggunakan material lempung yang berasal dari galian area Ungkal. Untuk zona 2 (2a dan 2b), material yang digunakan merupakan material hasil penghancuran. Material pada zona 2a dan zona 2b ini hanya dibedakan berdasarkan ukuran butirnya. Zona selanjutnya, yaitu zona 3, menggunakan material batu dengan gradasi butiran antara 20 sampai 80 cm dengan kekuatan tekan minimal 700 kg/cm2. Untuk zona terluar (riprap), juga menggunakan material batu dengan ukuran butiran maksimal 100 cm dan kuat tekan sama dengan zona 3. Material untuk zona 3 dan 4 diperoleh dari Quarry Gunung Julang.

Kondisi Geologi dan Geoteknik Lokal Sekitar Bendungan
Jika dilihat dari peta geologinya, terdapat sesar atau patahan yang terletak berdekatan dengan tubuh bendungan. Sesar tersebut adalah Sesar Subang yang merupakan salah satu dari segmen sesar berbaris (Sesar Tomo). Sesar ini memiliki jarak sekitar 4,1 km dari tubuh bendungan.

Tubuh bendungan sendiri berdiri di atas batuan berumur tersier yang secara aspek geoteknik mempunyai tingkat kekerasan yang cukup bagus dan tidak berisiko terhadap liquefaksi karena sudah terkompaksi sempurna. Meskipun demikian, karena bendungan ini terletak dekat dengan sesar mayor (Sesar Baribis Segmen Subang), menyebabkan batuan tersier tersebut mengalami diskontinuitas (kekar) yang cukup rapat. Diskontinuitas tersebut diatasi dengan metode grouting (injeksi semen) sepanjang fondasi bendungan sampai pada kedalaman maksimal, yaitu satu kali tinggi bendungan.

Selain sesar mayor, terdapat juga beberapa sesar minor. Sesar minor ini tidak termasuk aktif karena hanya memotong batuan yang berumur tersier. Treatment yang dilakukan terhadap sesar minor adalah dengan dental concrete (tambal beton) ditambah metode injeksi semen sepanjang sesar yang terdapat pada inti bendungan. Selain itu, juga dipasang alat khusus selama umur waduk, yaitu inklinometer untuk memonitor kondisi sesar apabila ada pergerakan serta piezometer untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan pori pada zona sesar. 

Selama proses pembangunan juga terdapat beberapa ide ataupun inovasi yang diterapkan dengan tujuan mengakomodasi kondisi lapangan yang belum terekognisi. Inovasi yang diterapkan misalnya seperti pemanfaatan mortar busa dalam mencegah cave in (runtuhnya terowongan), penerapan soldiers pile pada hilir kolam olak guna menahan longsoran dari bukit sisi kiri, inovasi desain plugging (pekerjaan penyumbatan saluran pengelak), serta trash boom (penghalang terapung untuk menampung benda yang mengambang di air). Selain itu, juga perlu manajemen lalu lintas yang baik agar pekerjaan tetap lancar meski banyak mobilisasi alat berat di sekitar proyek.

Karakteristik DAS dan Tata Guna Lahan Sekitar Bendungan
Secara administratif, Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipanas terletak di antara dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Indramayu. Sungai Cipanas merupakan sungai utama yang di bagian hulunya mempunyai empat anak sungai, meliputi Sungai Citalok, Ciporang, Ciuyah, dan Cigarukgak. Sisi hidrografi DAS Cipanas dibatasi oleh Laut Jawa di sebelah utara, Gunung Tampomas di selatan, DAS Cipelang-Cibelerang di sebelah timur, dan DAS Cilalanang di sebelah barat.

Sungai Cipanas dihitung dari hulu sampai dengan lokasi rencana Bendungan Cipanas kurang lebih memiliki panjang 11,98 km dengan kondisi topografi umumnya merupakan daerah pegunungan atau perbukitan yang membentuk rangkaian daerah tertutup. Karena kondisi tersebut, daerah ini dapat dimanfaatkan sebagai daerah untuk menampung air. Sementara itu, vegetasi penutup lahan di daerah sekitar DAS umumnya berupa hutan produksi yang terdiri dari hutan jati, kebun rakyat, semak belukar, serta sawah setengah teknis dan tegalan. Pada DAS Cipanas ini, tidak terdapat permukiman penduduk sampai pada daerah rencana waduk.

Terkait faktor sedimentasi, Sungai Cipanas ini membawa sejumlah sedimen terapung serta menggerakkan partikel-partikel padat sepanjang dasar sungai. Untuk penanganan sedimennya sendiri, dilakukan normalisasi berkala di bagian hulu inlet dan diberikan struktur baja (portal screen inlet) untuk menahan sedimen muatan dasar, misal akar pohon yang masuk ke inlet. Selain itu, dibuat juga bottom outlet untuk pembilasan sedimen serta jalur pengeluaran darurat (emergency release).

Proses Konstruksi Bendungan Cipanas
Pembangunan Bendungan Cipanas dibagi menjadi 3 paket. Paket 1 berupa pembangunan terowongan pengelak, main cofferdam, main dam (sampai elevasi 100 mdpl), serta instrumentasi. Paket 2 berupa pengambilan (intake), bangunan pelimpah (spillway), saddle dam, menara pandang, serta bangunan fasilitas dan hidromekanikal. Untuk paket 3, pembangunan terdiri dari  main dam (dari elevasi 100 sampai 136 mdpl), instrumentasi lanjutan, serta hidromekanikal lanjutan dan plugging.

Pekerjaan yang pertama kali dilakukan adalah pembukaan lahan untuk memulai pekerjaan terowongan dan galian-timbunan tubuh bendungan pada paket 1. Sementara, paket 2 dimulai dengan pembangunan jalan akses, bangunan pelimpah, dan galian bangunan pengambilan yang disinkronkan dengan pembangunan terowongan pengelak paket 1. Setelah terkoneksinya terowongan pengelak yang dikerjakan dari sisi hulu dan hilir, dilanjutkan dengan pengelakan sungai.

Pelaksanaan pekerjaan terowongan pengelak tersebut dilaksanakan dengan penggalian biasa karena kondisi geologi tanah yang ada di lokasi tidak terlalu keras. Sistem penyangga untuk terowongan pengelak sendiri menggunakan sistem penyangga steel ribs yang dipasang dengan jumlah menyesuaikan kondisi geologi batuan. Selain itu, sistem penyangga ini juga dikombinasikan dengan metode shotcrete wire mesh (penyemprotan beton bertekanan, ditambah dengan penggunaan kawat sebagai tulangannya).

Apabila pembangunan fisik bendungan sudah berakhir, pekerjaan selanjutnya adalah tahap penggenangan atau impounding. Dengan volume tampungan mencapai 250,81 juta meter kubik, lama waktu penggenangan diperkirakan selama 521 hari atau dua kali musim hujan.

Setelah penggenangan selesai, pekerjaan terakhir yang dilaksanakan adalah kegiatan monitoring dan perawatan. Rencana kegiatan perawatan Bendungan Cipanas meliputi monitoring instrumentasi bendungan (piezometer, inklinometer, accelerograph, observation hole, V-notch, dan patok geser), kegiatan pembersihan dan penghanyutan sedimen di area genangan, serta kegiatan operasional pintu bangunan intake.

Saat Clapeyron meliput langsung proyek bendungan pada (20/04/2022), pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan adalah pada timbunan tubuh bendungan utama, yaitu melanjutkan timbunan zona 3 dan zona 4. Sementara dari ketiga pembagian paket konstruksi yang ada, pekerjaan paket 1 dan 2 sudah terlaksana 100%, lalu paket 3 direncanakan selesai tahun ini.

Respons yang ditunjukan oleh masyarakat terkait adanya pembangunan Bendungan Cipanas ini cenderung positif. Tidak ada konflik sosial serius yang terjadi selama pembangunan bendungan ini. Permasalahan konflik kepemilikan ganda yang terjadi pun dapat diselesaikan melalui pengadilan. Ditambah, tidak adanya bangunan permanen pada wilayah sekitar bendungan turut mempermudah proses pengadaan tanah. Selain itu, berkat adanya sosialisasi yang diadakan oleh BBWS, BPN, dan Pemda pada setiap proses pengadaan tanah, masyarakat menjadi lebih tenang dalam menantikan realisasi pembayarannya.

Bagaimana dengan Bendungan Lainnya?
Masih di bawah unit pelaksana yang sama, di dekat Bendungan Cipanas terdapat bendungan megah yang bahkan digadang-gadang sebagai bendungan terbesar kedua di Indonesia. Bendungan yang dimaksud adalah Bendungan Jatigede. Bendungan ini dibangun di aliran sungai Cimanuk, Kecamatan Jatigede, kabupaten Sumedang.

Bendungan Jatigede direncanakan mampu menampung air sampai satu miliar meter kubik pada ketinggian 262 meter. Akan tetapi, karena beberapa hal—misal area penggenangan yang tidak memungkinkan—ketinggian yang bisa dicapai saat ini adalah 260 meter dengan volume 980 juta meter kubik. Dihitung sejak diresmikan, bendungan ini sudah beroperasi selama enam tahun sampai sekarang.

Sama seperti Bendungan Cipanas, Bendungan Jatigede juga termasuk bendungan multiguna yang digunakan sebagai penyedia air baku, irigasi, dan peredam banjir. Air baku yang bisa disediakan oleh bendungan ini mencapai tiga meter kubik per detiknya, sedangkan untuk daerah irigasinya mencapai 90.000 hektare lahan pertanian. Selain itu, dengan adanya Bendungan Jatigede, banjir di kawasan hilir seluas 14 ribu hektare dapat dikendalikan.

Saat ini, Bendungan Jatigede sedang dibangun fungsi tambahan, yaitu pembangkat listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas mencapai 2×55 megawatt. PLTA dibangun di sebelah hilir bendungan. Pembangunan PLTA ini termasuk power house, penstock, surge tank, saluran pembawa air, dan saluran pembuang. Perangkat pengoperasian untuk PLTA ini dilaksanakan oleh pihak PLN, sedangkan pihak BBWS hanya menyediakan sumber daya airnya. Pembangunan PLTA Jatigede direncanakan akan selesai pada tahun 2022 dan selanjutnya dilakukan commissioning test untuk memastikan generator memiliki performa yang baik.

PLTA Jatigede tersebut dibangun untuk mengatasi masalah kekurangan suplai listrik di Jawa bagian tengah. Pengoperasian PLTA ini nantinya akan dijadikan satu sistem serta disesuaikan dengan pola operasi Bendungan Jatigede di bawah pengelolaan BBWS Cimancis agar tidak mengganggu fungsi utamanya.

Operasi dan Pemeliharaan Bendungan Jatigede
Bendungan Jatigede secara umum dalam kondisi yang baik dan bisa dioperasikan dengan normal melalui pemeliharaan yang memadai. Upaya pemeliharaan bendungan meliputi seluruh bagian bendungan dan fasilitas pendukungnya, mulai dari tubuh bendungan, hidromekanikal elektrikal, instrumentasi, powerwater way, pemantauan daya rusak hilir, dan pemantauan kualitas air. Selain itu, kegiatan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan manual pola operasi waduk (POW) Jatigede.

Wilayah yang besar dan dekat dengan permukiman membuat Bendungan Jatigede rentan kotor akibat sampah. Upaya penanggulangannya dilakukan dengan dua cara. Pertama, penanggulangan secara nonstruktural adalah dengan penerapan SMS KAPAN (Siapapun Yang Membuang Sampah-Kami Pilih Aksi Nyata). Sementara untuk penanggulangan secara struktural, dilaksanakan dengan pembangunan cekdam di hulu. Namun, pembangunan ini belum terealisasi karena keterbatasan anggaran. Pihak BBWS juga selalu mengajak masyarakat serta stakeholder untuk peduli dengan penanganan sampah melalui sosialisasi.

Kepala BBWS Cimanuk Cisanggarung Ismail Widadi berharap agar masyarakat dapat ikut serta dalam memelihara infrastruktur yang telah tersedia ini. Memelihara yang dimaksud adalah misal dengan tidak membuang sampah sembarangan di sekitar bendungan, mendirikan bangunan liar, atau mengembangkan pariwisata liar. Selain itu, waduk juga tidak boleh digunakan sebagai tempat budi daya ikan. Aktivitas mencari ikan boleh dilakukan asalkan dalam jumlah terbatas.

Ismail Widadi juga berpesan kepada para insinyur muda agar dapat bergabung menjadi pengoperasi dan pemelihara bendungan. Tanpa mereka, tidak akan ada yang memelihara dan akhirnya hanya akan menjadi museum atau prasasti.

Ingin mengetahui lebih lanjut mengenai infrastruktur Jawa Barat dan pengembangan Metropolitan Rebana? Tunggulah artikel lengkapnya di Majalah Clapeyron Vol.66!

Tulisan oleh Hakan Malika Anshafa
Data oleh Satria Handar P.
Dokumentasi oleh Caroline Valencia, Hakan Malika, dan Satria Handar
Tim Liputan Clapeyron (Satria Handar, Hakan Malika, Emanuelle Adel, Caroline Valencia)