Pembangunan berbagai infrastruktur di Indonesia merupakan bagian dari proyek besar Pemerintah dalam mengupayakan kesejahteraan masyarakat. Jalan dibangun tidak hanya untuk memfasilitasi para pengguna jalan, lebih dari itu, keberadaan jalan memberikan dampak yang lebih besar.
Salah satu jalan yang sedang dibangun secara masif oleh Pemerintah adalah Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) di Pulau Jawa. Keberadaan jalan ini tidak hanya untuk mengurangi beban jalan-jalan nasional lintas selatan Jawa, tetapi juga bertujuan dalam peningkatan aksesibilitas.
Dengan panjang keseluruhan lebih dari 1.500 kilometer, JJLS yang baru dibangun oleh Pemerintah ini melalui banyak rintangan. Dengan menyisiri pantai selatan Jawa, JJLS harus melewati rintangan berupa muara banyak sungai. Salah satu rintangan yang ada di JJLS adalah muara Kali Opak di Kabupaten Bantul, Provinsi DI Yogyakarta.
Sejak 2021, jembatan penghubung yang bernama Jembatan Kretek II dibangun dengan 2 jalur 4 lajur dan juga direncanakan menjadi ikon di area tersebut. Jembatan Kretek II menghubungkan dua ruas jalan Kretek–Samas dan Poncosari–Greges yang melintasi Sungai Opak di Kecamatan Kretek, Bantul, D.I. Yogyakarta.
Tim Liputan Clapeyron berkesempatan untuk meliput langsung kegiatan konstruksi jembatan ini pada bulan Mei 2022 yang lalu. Pembangunan jembatan sudah dimulai pada tahun 2021 dengan waktu pengerjaan selama 24 bulan dan ditargetkan rampung dan operasional sepenuhnya pada tahun 2023. Pembangunan Jembatan Kretek II ini menelan dana Rp364 miliar yang berasal dari dana pinjaman Islamic Development Bank (IsDB).
Pembangunan Jembatan Kretek II memiliki keunikan dan tantangan tersendiri karena lokasi jembatan yang berada di atas Sesar Opak. Pemilihan lokasi yang dekat dengan sesar ini disebabkan oleh keterbatasan tata guna lahan yang ada. Sesar tersebut merupakan sesar aktif sehingga rawan terjadi gempa bumi dan likuifaksi atau pergerakan tanah.
Sekadar informasi bagi Sobat Ero, sesar aktif adalah sesar yang telah berulang kali memicu gempa pada masa lalu dan yang riwayatnya menunjukkan kemungkinan akan aktif kembali. Bahaya sesar aktif adalah menimbulkan gempa yang memiliki kekuatan luar biasa pada masa mendatang.
Survei paleoseismologi dengan tim ahli dilakukan dalam proyek ini untuk menentukan titik keberadaan Sesar Opak. Studi dilakukan menggunakan pemindaian geolistrik dan studi paleoseismologi dengan uji paritan yang dilakukan oleh Danny Hilman Natawidjaja, Ph.D dkk. Selain itu, agar jembatan dapat bertahan sesuai umur rencana 100 tahun, terdapat sejumlah teknologi yang diaplikasikan pada jembatan ini. Teknologi tersebut antara lain adalah dengan dipasangnya 168 lead rubber bearing (LRB) untuk meredam gempa.
LRB terdiri dari bantalan karet dan baja berinti timbal yang dilaminasi dengan pelat baja untuk pemasangan ke struktur jembatan. Material karet dari LRB ini bertindak sebagai pegas. Penggunaan LRB pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan periode alami struktural dan tambahan redaman pada struktur sehingga kerusakan yang terjadi dapat direduksi karena energi gempa akan didisipasikan oleh sistem ini.
Selain dari sisi struktural, telah dilakukan perancangan yang matang dari sisi geoteknik untuk mengurangi dampak dari likuifaksi. Fenomena likuifaksi sendiri merupakan perubahan karakter material yang padat (solid) menjadi cairan (liquid) akibat kejadian getaran—dalam kasus ini gempa.
Selain melakukan penggantian tanah yang terlikuifaksi sedalam 3 meter, dipasang pula dinding penahan tanah atau mechanically stabilized earth (MSE) wall setinggi 11 meter. MSE wall adalah suatu bagian bangunan yang dibangun untuk mencegah keruntuhan tanah curam yang kemantapannya tidak dapat dijamin oleh lereng itu sendiri. Terakhir, guna memastikan jembatan utama makin kokoh, digunakan fondasi bored pile yang ditancapkan hingga lapisan tanah yang tidak terlikuifaksi.
Jembatan Kretek II menggunakan struktur atas prestressed concrete I (PC I) girder dengan bentang utama 40 meter. Sementara itu, jembatan pendekat menggunakan slab on pile dengan fondasi tiang pancang yang berdiameter 80 sentimeter. Jembatan tersebut juga akan dipercantik dengan ornamen-ornamen filosofis khas DI Yogyakarta serta art lighting.
Jembatan ini juga menjadi ikon wisata warga sekitar karena kehadiran dari Tugu Luku di tengahnya. Luku merupakan alat bajak sawah, sebagai wujud agraris budaya masyarakat Yogyakarta. Luku juga merupakan singkatan untuk kalimat Laku Urip Kang Utama yang berarti “Proses dan Jalan Hidup yang Utama”. Hal ini sesuai dengan fungsi Jembatan Kretek II sebagai penghubung dua kawasan yang sebelumnya terpisah oleh Sungai Opak sehingga proses kehidupan dapat berlangsung lancar dan nyaman.
Pembangunan Jembatan Kretek memang menghadapi tantangan yang berat sehingga pengoperasiannya nanti akan dipantau melalui sensor structural health monitoring system (SHMS) dan visual melalui CCTV yang tersambung langsung dengan PUPR yang berwenang. Harapannya, jembatan ini dapat meningkatkan aksesibilitas warga di Desa Tirtohargo dan Desa Parangtritis dan juga sebagai motor penggerak ekonomi kawasan tersebut.
Tulisan oleh Yoga Faerial Baskara
Data oleh Shafa Arkan Athalla
Dokumentasi oleh Aldhytian Surya Arthaka
Tim Liputan Clapeyron (Filipus Alfiandika, Aldhytian Surya, Shafa Arkan)