
Balapan dengan Waktu, Pembangunan Jakarta International E-Prix Circuit
Lintasan Jakarta International e-Prix Circuit (JIEC) dibangun selama kurang lebih 60 hari di kawasan Ancol dengan total panjang 2,4 kilometer dan sebanyak 18 tikungan. Lintasan balapan adalah bagian utama dari sirkuit yang memerlukan perhatian khusus karena memiliki standar tertentu yang harus dipenuhi. Keselamatan dan kenyamanan pembalap ditentukan dari kondisi lintasan balapan. Lintasan balapan pada JIEC memenuhi grade tiga standar internasional untuk sirkuit balapan.
Standar internasional untuk lintasan balapan memiliki kualifikasi yang ketat, terutama pada perkerasan lintasan. Untuk mendapatkan kualitas perkerasan yang baik, kualitas tanah yang menumpu di bawahnya juga harus baik. Hal ini menjadi tantangan khusus untuk pengelola dalam membangun JIEC karena kawasan Ancol memiliki jenis tanah lunak. Tanah lunak merupakan tanah yang memiliki kemampuan kompresibilitas yang tinggi. Tanah ini biasanya terdapat di kawasan sungai, rawa, danau, dan pantai.
Tanah lunak cenderung tidak tahan terhadap pembebanan yang berat sehingga deformasi yang terjadi relatif besar. Walaupun pada JIEC pembebanan yang terjadi relatif kecil, tetapi kecepatan kendaraan cukup tinggi dengan jumlah tikungan yang banyak. Hal ini menyebabkan frekuensi gesekan ban kendaraan dengan perkerasan karena pengereman terjadi cukup tinggi. Proses pengereman ini menyebabkan terjadinya pergeseran dan kerusakan pada perkerasan jika tanah dasarnya tidak memiliki stabilitas yang baik. Oleh karena itu, diperlukan proses perbaikan tanah untuk mencapai kualitas yang diinginkan
Kualitas Tanah Dasar Menjadi Kunci Kualitas Lintasan
Penyelidikan tanah sangat penting dilakukan sebelum proses perencanaan dan pengerjaan lintasan sirkuit untuk memastikan kualitas tanah dan perbaikan yang harus dilakukan. Kualitas tanah yang harus dipenuhi untuk lapisan tanah dasar adalah nilai california bearing ratio (CBR) atau kepadatan sebesar 6%. Selanjutnya, untuk nilai CBR dari base course atau lapisan fondasi bawah minimal 65%, sedangkan nilai CBR untuk lapisan subbase course atau lapisan fondasi minimal 90%. Angka ini diperoleh dari membandingkan kepadatan tanah yang ada di lapangan dengan kepadatan tanah di laboratorium.
Untuk mencapai persyaratan tanah tersebut, diperlukanlah perbaikan tanah. Pada JIEC, dilakukan rekayasa tanah dengan menancapkan 82 ribu cerucuk dari kayu gelam untuk memperkecil volume tanah sehingga kepadatan tanah yang diinginkan dapat tercapai. Selanjutnya, di atas tanah tersebut dilapisi dengan gedek bambu sebagai matras sebelum ditimbun dengan lapisan limestone atau batu kapur. Batu kapur dipilih karena sifatnya yang kedap air untuk mengurangi kemungkinan rembesan air tanah naik ke base course.
Setelah lapisan limestone, di atasnya dipasang lapisan geotekstil sebagai separator untuk mencegah terjadinya infiltrasi air tanah ke konstruksi perkerasan jalan yang dapat menyebabkan kerusakan. Alasan dipilihnya geotekstil ini didasarkan pada sifat air yang mengalir melalui benda berpori. Lapisan geotekstil memiliki pori lebih banyak daripada lapisan base course sehingga diharapkan air mengalir melaluinya. Setelah semua lapisan tersebut selesai, lapisan perkerasan lentur seperti base course, subbase course dan campuran aspal dapat diterapkan.
Kualitas Aspal Menjadi Perhatian dan Syarat Utama
Hot mix atau campuran aspal yang digunakan untuk surface course atau lapisan permukaan juga memiliki spesifikasi khusus yang harus dipenuhi. Aspal yang digunakan di JIEC memiliki softening point atau titik lembek lebih tinggi dari aspal yang digunakan pada jalan umum. Titik lembek pada jalan umum sekitar 48℃, sedangkan untuk JIEC titik lembeknya sekitar 73–78℃. Hal ini terjadi karena kecepatan kendaraan dan frekuensi pengereman yang tinggi menyebabkan timbulnya panas dari gesekan sehingga suhu dari titik lembek harus dibuat lebih tinggi.
Pada JIEC, aspal yang digunakan memiliki performance grade (PG) lebih tinggi dari titik lembek yaitu sekitar 76–80℃. PG merupakan ketahanan campuran aspal terhadap pergeseran. Makin tinggi suhu aspal maka makin mudah terjadi pergeseran. Pergeseran pada permukaan aspal menyebabkan kerusakan dan menurunkan faktor keamanan. Oleh karena itu, nilai PG yang direncanakan pada aspal harus lebih tinggi dari kemungkinan suhu yang akan terjadi.
Nilai titik lembek dan PG yang disyaratkan di JIEC menyebabkan suhu yang digunakan untuk pembakaran agregat dan aspal di asphalt mixing plant (AMP) juga lebih tinggi. Suhu pemanasan yang biasanya digunakan di AMP sekitar 160–165℃. Sementara itu, aspal JIEC perlu dipanaskan di AMP hingga 185℃. Hal ini menyebabkan peningkatan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang juga berdampak pada peningkatan biaya.
Pada campuran, selain terdapat aspal sebagai pelekat, juga memerlukan agregat. Agregat yang digunakan untuk perkerasan di JIEC juga memiliki spesifikasi yang harus dipenuhi. Untuk lapisan surface course, agregat yang digunakan harus memiliki abrasi kurang dari 20%. Hal ini karena makin tinggi nilai abrasi maka makin kecil kuat tekan dan stabilitas campuran. Selain itu, nilai sand equivalent atau kadar lumpur dari agregat yang digunakan harus rendah agar kualitas aspal tidak menurun karena kelekatannya berkurang.
Syarat lain dari agregat yang digunakan adalah ukuran butir atau pecahan batuannya. Ukuran agregat yang digunakan akan makin kecil untuk lapisan makin ke atas. Hal ini dapat diartikan bahwa ukuran agregat paling kecil terdapat pada lapisan surface course yang biasanya memiliki ukuran maksimum 19 milimeter. Perkerasan lintasan JIEC memiliki gradasi yang unik, yaitu ukuran maksimum pada lapisan surface course lebih kecil dari biasanya, yaitu sekitar 14 milimeter. Hal ini menyebabkan penggunaan aspal menjadi lebih banyak dan perkerasan menjadi lebih lentur.
Teknologi Eksekusi Menentukan Hasil dari Perencanaan
Selain spesifikasi dari aspal dan agregat yang digunakan pada perkerasan, proses serta metode pengaspalannya juga menjadi perhatian. Proses pengaspalan JIEC ini menggunakan metode hot joint yang artinya sambungan pada perkerasan harus dilakukan saat suhu masih panas. Satu sambungan perkerasan dipadatkan secara bersamaan dan terus-menerus. Pekerjaan penggelaran aspal ini boleh dilakukan dengan cold joint di posisi jalan yang melintang dan bukan tikungan. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya perbedaan elevasi yang menyebabkan terjadinya genangan air di dalam lintasan.
Proses pemadatan aspal dengan hot joint harus selesai dilakukan pada suhu 115℃ yang artinya 15℃ lebih tinggi dari biasanya. Selain itu, kepadatan aspal yang dihasilkan di lapangan minimal 97% dari kepadatan di laboratorium. Proses pemadatan ini sangat bergantung pada viskositas aspal sehingga interval suhu pemadatan harus tepat. Aspal yang terlalu panas akan sulit dipadatkan karena bentuknya yang masih cair, sedangkan aspal dengan suhu rendah juga sulit dipadatkan karena sudah mengeras.
Hal tersebut menyebabkan alat yang digunakan harus lebih banyak dari proses penggelaran aspal pada biasanya untuk menjaga kualitas perkerasan. Proses pengaspalan JIEC memerlukan 4 mesin penghampar (finisher), 9 mesin pemadat roda karet (pneumatic tyred roller), dan 6 mesin pemadat roda besi (tandem roller).
Pembangunan JIEC yang singkat memaksa pelaksana pembangunan untuk bekerja secara efektif dan efisien. Proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Jakarta International Eprix Circuit dilakukan secara detail untuk mendapatkan hasil yang terbaik dan sesuai dengan standar ABB FIA Formula E. Untuk mencapai hal tersebut, pekerjaan pembangunan dilaksanakan selama 24 jam dengan menggunakan lebih banyak alat dan menstok serta mendekatkan bahan baku. Hal ini dilakukan oleh perencana dan pelaksana karena kesuksesan atau kegagalan yang terjadi pada proses pelaksanaan pembangunan JIEC membawa nama baik Bangsa Indonesia.
Apakah Sobat Ero tahu? Selain mewawancarai Bapak Ari Wibowo sebagai Penanggung Jawab JIEC dari PT Jaya Konstruksi Manggala Tbk dan meliput langsung sirkuit dan batching plant aspal untuk artikel ini, tim Clapeyron juga sempat meliput langsung acara gelaran Formula E bulan Juni lalu, lho! Artikel bernama “Dunia Menyorot Jakarta International e-Prix Circuit” bisa dicek juga di laman website kami!
– Ero, Maskot Clapeyron
Untuk mengetahui lebih lanjut, yuk, tonton video liputannya di kanal Youtube kami!
Tulisan oleh Nada Gitalia
Dokumentasi dan Videografi oleh M. Fuad Nadhif
Script oleh Nur Zakia Ahmat dan Sanitya Pralambang
Voiceover oleh Sanitya Pralambang
Tim Liputan Clapeyron (Fuad Nadhif, Bhre Padantya, Wahyu Setianingsih, Shafa Arkan, Nada Gitalia)