Beranda BeritaKilas Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K): Antara Harapan dan Penyalahgunaan

Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K): Antara Harapan dan Penyalahgunaan

oleh Redaksi

Beberapa saat lalu, media sosial—terutama platform X—digemparkan oleh perbincangan mengenai Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Bagaimana tidak? KIP-K menjadi topik hangat setelah beberapa akun mencuit tentang mahasiswa yang diduga menyalahgunakan KIP-K. Sebelum melangkah lebih jauh, apa sih KIP-K itu?

Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, Pemerintah Indonesia wajib meningkatkan akses dan kesempatan belajar di perguruan tinggi serta menyiapkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Oleh karena itu, pemerintah berupaya menjamin pelajar Indonesia yang kurang mampu untuk bisa menempuh pendidikan melalui Program Indonesia Pintar (PIP). Program ini mencakup bantuan uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah kepada anak yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin untuk biaya pendidikan. Dalam tingkat pendidikan tinggi, KIP-K adalah kartu identitas para penerima bantuan dana PIP.

Pemerintah menyadari bahwa akses pendidikan tinggi masih didominasi oleh keluarga dengan ekonomi menengah ke atas. Padahal, berpendidikan tinggi menjadi salah satu kunci masyarakat—terutama keluarga dengan pendapatan rendah—bisa berkembang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. PIP pun hadir bagi mahasiswa yang diterima di perguruan tinggi, termasuk penyandang disabilitas, mahasiswa dari keluarga miskin atau rentan miskin dan atau dengan pertimbangan khusus, mahasiswa afirmasi (Papua, Papua Barat, 3T, dan TKI), serta mahasiswa terkena bencana, konflik sosial atau kondisi khusus sebagai upaya pemerintah dalam memeratakan akses pendidikan tinggi bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Melansir dari Pedoman Pendaftaran KIP Kuliah Merdeka 2024, pada tahun 2021, Kemendikbudristek meluncurkan KIP Kuliah Merdeka—transformasi dari KIP Kuliah dan Bidikmisi sebelumnya—untuk meningkatkan manfaat dan layanan biaya pendidikan dan bantuan biaya hidup. KIP-K Merdeka memiliki kebijakan baru mengenai biaya pendidikan dan biaya hidup untuk mahasiswa dari keluarga miskin/rentan miskin untuk kuliah pada Program Studi unggulan di Perguruan Tinggi terbaik, baik PTN maupun PTS.

Untuk persyaratan ekonomi, mahasiswa yang mendapatkan KIP Kuliah Merdeka harus memenuhi syarat berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin yang dibuktikan dengan:

  1. Mahasiswa pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) Pendidikan Menengah;
  2. Mahasiswa dari keluarga yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau menerima program bantuan sosial yang ditetapkan oleh kementerian yang menangani urusan pemerintahan di bidang sosial seperti:
    • Mahasiswa dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan (PKH).
    • Mahasiswa dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
  1. Masuk dalam kelompok masyarakat miskin/rentan miskin maksimal pada desil 3 (tiga) Data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) yang ditetapkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
  2. Mahasiswa dari panti sosial/panti asuhan.
  3. Jika calon penerima tidak memenuhi salah satu dari 4 kriteria di atas, maka dapat tetap mendaftar untuk mendapatkan KIP Kuliah Merdeka selama memenuhi persyaratan miskin/rentan miskin sesuai dengan ketentuan, yang dibuktikan dengan:
    • Bukti pendapatan kotor gabungan orang tua/wali paling banyak Rp4.000.000 setiap bulan atau pendapatan kotor gabungan orang tua/wali dibagi jumlah anggota keluarga paling banyak Rp750.000;
    • Bukti keluarga miskin dalam bentuk Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan dan dilegalisasi oleh pemerintah, minimum tingkat desa/kelurahan untuk menyatakan kondisi suatu keluarga yang termasuk golongan miskin atau tidak mampu.

Jika syarat penerima  KIP-K Merdeka sesuai dengan kriteria di atas, lantas bagaimana seseorang bisa dibatalkan sebagai daftar penerima KIP-K Merdeka?

Berdasarkan Persekjen Nomor 10 Tahun 2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Indonesia Pintar Perguruan Tinggi, pembatalan penerima PIP Pendidikan Tinggi dapat dilakukan apabila penerima PIP Pendidikan Tinggi:

  1. Meninggal dunia;
  2. Putus kuliah/tidak melanjutkan pendidikan;
  3. Pindah ke Perguruan Tinggi lain;
  4. Melaksanakan cuti akademik selain karena alasan sakit atau melaksanakan cuti akademik karena alasan sakit melebihi 2 (dua) semester;
  5. Menolak menerima PIP Pendidikan Tinggi;
  6. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
  7. Terbukti melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
  8. Tidak memenuhi persyaratan prestasi akademik minimum;dan/atau
  9. Tidak lagi sebagai prioritas sasaran atau tidak memenuhi persyaratan sebagai penerima PIP Pendidikan Tinggi.

Menilik ramainya media sosial mengenai penyalahgunaan KIP-K Merdeka, terdapat beberapa orang yang menyebarluaskan data pribadi terduga pelanggar sehingga banyak orang lebih memperhatikan masalah KIP-K Merdeka ini. Di lain sisi, hal ini juga berakibat pada pencemaran nama baik dan doxing, padahal terdapat UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang dapat memidana penyebar data milik orang lain. Kalau sudah begini, bisa-bisa niat baik untuk memastikan penggunaan KIP-K Merdeka tepat sasaran malah berujung pada tindak pidana, nih!

Lalu, apa hal yang bisa kita lakukan ketika menemui adanya pelanggaran KIP-K?Setiap perguruan tinggi negeri pasti memiliki data penerima KIP-K Merdeka yang diunggah di laman resminya. Ketika mengetahui tentang terduga pelanggar KIP-K Merdeka, kita bisa melaporkannya ke Pengaduan PIP Pendidikan Tinggi, loh!

Kampus tercinta kita, Universitas Gadjah Mada, telah mengunggah data penerima KIP-K Merdeka tiap tahunnya melalui sosial media ataupun laman Direktorat Mahasiswa UGM. Bahkan, UGM mewadahi aduan mengenai penyalahgunaan KIP-K melalui tautan ugm.id/laporKIPK.

KIP-K adalah salah satu harapan bagi pemerataan akses pendidikan di Indonesia, khususnya bagi keluarga ekonomi rendah untuk meningkatkan kesejahteraannya. Jangan biarkan KIP-K disalahgunakan, padahal masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak bisa berkuliah karena terkendala biaya. Yuk, kita bantu universitas untuk mengevaluasi penggunaan KIP-K agar tidak salah sasaran lagi!

Tulisan oleh Ardhea Dwi Novitasari

Data oleh Sharfina Putri Nurul Shadrina

Ilustrasi oleh Shafa As Syifa Listyoputri

Artikel Terkait