Judi merupakan masalah nasional yang menjadi urgensi bersama untuk segera dituntaskan. Menurut KBBI, judi adalah permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan (seperti permainan dadu dan kartu). Judi adalah tiap-tiap permainan yang kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Tak sampai situ saja, judi mencakup segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut bertaruh, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Seiring berkembangnya zaman, sarana untuk berjudi beralih ke media digital sehingga muncul istilah “judi online”. Seakan mencerminkan kata pepatah, yaitu mati satu tumbuh seribu, pemerintah tengah menghadapi berbagai kesulitan karena dengan mudahnya situs judi online merebak di Indonesia. Para bandar dan oknum menemukan adanya celah dari perkembangan dunia digital yang kemudian dimanfaatkan sebagai sarana penyebaran konten judi. Media digital membuat judi menjadi lebih mudah diakses dan dapat menjerat berbagai kalangan. Tak heran, walau berbagai upaya telah dilakukan guna memutus penyebaran “penyakit” ini, tetapi tidak menutup kemungkinan akan munculnya situs lain sebagai penggantinya. Bahkan menurut Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, angka transaksi judi online yang berputar di Indonesia bisa menyentuh lebih dari Rp600 triliun.
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang melarang perilaku judi. Hal ini diatur dalam Pasal 27 Ayat (2) UU 1/2024 (ITE) yang berisi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian”. Kemudian Pasal 45 Ayat (3) yang menyebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”. Pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan yang mengatur sanksi mengenai tindak judi online ini, tetapi realisasinya hanya dapat bergantung kepada pemerintah. Penetapan peraturan-peraturan tersebut dibersamai dengan pengungkapan kasus judi dan penangkapan para tersangka. Selain itu, pemerintah juga telah menyita ratusan bahkan ribuan barang bukti serta melakukan pemblokiran hingga pemutusan akses internet yang berhubungan dengan judi online. Akan tetapi, semua yang dilakukan tampaknya tidak membawa hasil yang diinginkan. Pemerintah seolah-olah melakukan banyak upaya yang tidak efektif dengan target yang abu-abu.
Tak Hanya Warga, Mereka yang Berkuasa Juga Terlena
Jumlah penjudi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun walau telah dilakukan berbagai penindakan.
Judi online bisa menjerat berbagai kalangan, tua muda hingga anak-anak yang masih di bawah umur. Edukasi mengenai bahaya judi online bak angin lewat saja, terbukti dari tidak optimalnya hasil yang diberikan. Sebenarnya jika dilihat lebih dalam, masalah yang ada bukan hanya terbatas pada bandar yang bersalah ataupun para pelaku yang berjudi. Namun, masalah yang terjadi ternyata juga menjerat aparat negara sendiri. Menjadi aparat negara bukan berarti bersih dari judi online dan bebas dari hukuman yang berlaku. Pemerintah selalu melihat masalah hanya dari orang yang bersalah, tetapi tidak melihat ke dalam apakah ”dirinya sendiri” sudah bersih dari tindakan ilegal ini.
Hal ini terbukti dari kasus polwan yang membakar suaminya yang merupakan seorang polisi karena ketahuan menggunakan uang gaji untuk berjudi. Selain itu, ada juga kasus anggota TNI yang bunuh diri karena terlilit hutang judi online yang nominalnya hingga Rp819 juta. Bahkan, baru-baru ini diungkap bahwa anggota DPR hingga pegawai kementerian kedapatan berjudi online. Beberapa contoh tersebut sudah sangat memberikan gambaran mengenai keterlibatan langsung aparat negara dalam berjudi. Ini adalah hal yang terlewat dari apa yang seharusnya ditindak oleh pemerintah. Pemerintah hanya membersihkan masalah di permukaan, tapi mengabaikan yang ada di baliknya. Apalagi hingga sekarang belum ada sanksi yang jelas dan tegas bagi aparat negara yang kedapatan berjudi online. Sanksi ini baru akan didiskusikan karena semakin banyaknya aparat negara yang terjerumus.
Antara Bansos dan Sanksi untuk Penjudi
Beberapa pekan yang lalu bermunculan berita terkait ungkapan seorang pejabat negara mengenai korban judi yang akan mendapatkan bantuan sosial (bansos). Hal ini tentu menarik banyak respon buruk dari masyarakat luas. Tindakan judi yang merupakan tindak ilegal yang dilakukan secara sadar malah disandingkan dengan program bantuan sosial untuk kesejahteraan masyarakat. Bukankah berarti negara ingin membantu para pelaku kejahatan supaya tetap sejahtera? Sama artinya dengan maksud pemerintah untuk melanggengkan aksi perjudian di Indonesia. Namun, beberapa hari setelah disinggung dan mendapat banyak cibiran dari publik, pihak yang mengatakan hal tersebut kemudian memberikan penegasan ulang bahwa yang diberikan bansos adalah keluarga dari pelaku judi dan pelaku tetap dijatuhi hukuman. Berlainan dengan tanggapan dari Presiden Jokowi yang dengan tegas membantah bahwa tidak ada bansos untuk pelaku maupun keluarga yang terlibat judi online. Hal ini selaras dengan pernyataan dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang juga menepis hal tersebut. Ia mengatakan bahwa orang yang layak menerima bansos itu harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan jika bansos digunakan untuk judi maka bansos tersebut akan ditarik.
Dari semua argumen tersebut dapat disimpulkan bahwa suara dan keputusan pemerintah seakan tidak konsisten. Wakil rakyat yang seharusnya bisa kompak menangani permasalahan genting nasional malahan tiba-tiba memberikan pernyataan kontroversial yang menimbulkan banyak pertentangan dan pertanyaan dari masyarakat. Dalam menangani permasalahan ini, pemerintah agaknya tidak sama langkahnya. Akibatnya, segala hal yang dilakukan pemerintah tidak dapat membawa hasil karena hambatan itu sebenarnya datang dari dalam pemerintah sendiri, yaitu dari perbedaan pandangan dan tujuan untuk memerangi suatu masalah.
Permasalahan selanjutnya yang harus menjadi perhatian adalah dari segi sanksi dan hukuman yang diberikan kepada para pelaku judi online. Sejauh ini vonis yang diberikan kepada para pelaku judi online masih termasuk ringan. Kembali lagi kepada sikap pemerintah yang hanya melihat permasalahan dari orang yang ada ”di luar” lingkungan mereka. Bobroknya sistem penegakan hukum diakibatkan adanya keterlibatan aparat penegakan hukum dalam permasalahan ini. Aparat penegakan hukum merasa sanksi yang diberikan sudah maksimal karena mereka tidak ingin menjilat ludah mereka sendiri. Hal ini tentu tidak dapat diubah dengan mudah jika pemerintah tidak berkeinginan mengulik ke dalam badan mereka sendiri. Semua tidak ada artinya jika para regulator dan eksekutor dalam permasalahan ini terlalu ribut mencari kesalahan yang ternyata juga merupakan kesalahan mereka. Ini semua kembali menimbulkan keraguan mengenai sikap dan posisi pemerintah yang benar-benar ingin memberantas habis hingga ke akar atau hanya ingin sekadar melayani keresahan masyarakat.
Langkah Tepat yang Harus Segera Diambil
Akhirnya, semua usaha pemerintah masih jauh dari kata maksimal jika pemerintah tidak dengan tegas mengulik hingga ke dalam institusi mereka. Meskipun begitu, langkah pemerintah sekarang sudah benar, tinggal memaksimalkan dan menuntaskan. Salah satunya adalah pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Judi Online yang sudah cukup baik, tetapi kinerja satuan tugas tersebut ke depannya juga harus dikawal bersama. Percuma jika hanya membentuk satgas dengan nama ”Penanganan Judi Online”, tetapi kinerjanya tidak ada artinya. Pemerintah juga telah mengimbau masyarakat luas melalui layanan SMS yang berisi larangan untuk melakukan judi online. Namun, hal ini tidak efektif mengingat bahwa pesan singkat ini juga sama halnya dengan iklan judi yang lebih marak. Dibanding memberikan pesan singkat yang tidak dihiraukan, pemerintah seharusnya bisa lebih fokus pada hukuman dan edukasi melalui program yang dapat menarik atensi masyarakat.
Tak hanya tajam ke bawah, sanksi juga harus tajam ke atas, yang berarti sanksi terhadap aparat dan pemerintah yang terlibat judi online harus dipertegas. Aparat negara harus dipastikan bersih seiring dengan penuntasan masalah yang terlihat di permukaan. Masyarakat harus ikut mengawasi serta melek bahwa judi online itu tindakan ilegal yang hanya merugikan. Pemerintah harus dapat mendampingi masyarakat melalui edukasi yang maksimal mengenai literasi digital dan bahaya perjudian. Dengan berbagai upaya ini, harapannya akan ada hasil yang nyata berupa angka transaksi yang menurun hingga rantai judi yang terputus. Masalah judi online bukan hanya antara para pelaku dengan kecanduannya, antara pemerintah dengan dirinya, tetapi juga masalah kita bersama—karena erat kaitannya dengan masa depan dan arah perkembangan bangsa. Judi online tidak boleh dibiarkan berkembang begitu saja karena merupakan penyakit yang menggerogoti integritas bangsa. Judi online tidak akan bisa menambah kekayaan, justru akan melilit pelakunya hingga habis napas di penjara maupun di jurang kemiskinan.
Data oleh Aisyah Nur Fitria Sari
Ilustrasi oleh Rarapinasti Wastiqanti Priowasono
Tulisan oleh Portia Puteri Aditama