Kelana Waktu #DaruratSampahYogyakarta dan Kondisinya Sekarang

Masih ingatkah Sobat Ero dengan tagar #DaruratSampahYogyakarta? Tagar ini mencuat di media sosial ketika TPA Piyungan mengalami overcapacity sehingga pengangkutan sampah harian di Yogyakarta tersendat. Rentetan peristiwa mewarnai kedaruratan sampah Yogyakarta, meliputi masyarakat antre membuang sampah di pagi hari, timbulnya gunung-gunung sampah di TPS (tempat pembuangan sementara), dan perilaku masyarakat membuang sampah di sembarang tempat. 

Kajian-kajian yang telah dilakukan, Pemerintah DIY menyuarakan suara bulat untuk menutup TPA Piyungan dan menginstruksikan pengelolaan sampah mandiri kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Melalui serangkaian seremoni, TPA Piyungan telah ditutup secara resmi pada tanggal 5 Maret 2024. Ya, sudah lewat satu tahun semenjak penutupan TPA Piyungan dilakukan. Lantas bagaimana kondisi pengelolaan sampah di Yogyakarta saat ini?

Sebelum itu, Ero berniat mengajak kalian untuk berkelana ke masa lalu sembari menjelaskan lini masa ketika darurat sampah terjadi hingga penutupan TPA Piyungan secara lebih rinci. Yuk, kita berangkat menggunakan mesin waktu milik Ero!

[Juli 2023]

Kita telah sampai di pemberhentian pertama kita. Di bulan ini, zona A dan B TPA (tempat pembuangan akhir) Piyungan dinilai telah mengalami overcapacity. Berdasarkan kondisi tersebut, Pemda DIY mengeluarkan kebijakan penutupan TPA Piyungan mulai tanggal 23 Juli hingga 5 September 2023 melalui Surat Pemberitahuan No. 658/8312 Sekda DIY. Secara garis besar, surat pemberitahuan ini menginstruksikan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota di DIY untuk mengambil langkah inisiatif dalam pengelolaan sampah secara mandiri.

Dalam masa transisi pengelolaan sampah mandiri, Pemda DIY mencoba memanfaatkan Sultan ground di Cangkringan sebagai TPS Zona Transisi 1. Kebijakan ini mendapat tolakan keras dari warga setempat mengingat lokasinya yang memang berada di dekat pemukiman warga. Warga mengeluhkan kenyamanan dan kesehatan tubuhnya akan terganggu apabila TPS Zona Transisi 1 ini direalisasikan.

[November 2023]

Usaha Pemda DIY tidak berhenti begitu saja. Pada tanggal 7 November 2023, Pemda DIY berhasil menyelesaikan pembangunan fisik Zona Transisi TPA Piyungan yang dirancang untuk menampung sampah hingga mencapai 149.000 meter kubik. Zona ini dibangun untuk jangka waktu pendek sehingga diharapkan pengelolaan sampah mandiri untuk setiap pemerintah daerah kabupaten/kota dapat direalisasikan segera. Walaupun dirancang untuk jangka pendek, Kepala DPUP ESDM DIY, Anna Rina Herbranti, mengaku bahwa pihaknya telah merancang sistem pengelolaan sampah yang lebih mutakhir. Zona transisi ini juga dirancang untuk dapat menampung lindi—cairan yang keluar dari sampah—lalu mengelolanya sebelum dibuang ke sungai. 

Bagaimana, Sobat Ero? Sekarang kalian sudah ingat dan paham, kan? Selanjutnya, Ero ingin menjelaskan upaya pengelolaan sampah mandiri untuk setiap kabupaten/kota. Yuk disimak!

Menanggapi Surat Pemberitahuan No. 658/8312 Sekda DIY dan Surat Gubernur DIY No. 658/11898 perihal Desentralisasi Pengelolaan Sampah di Kabupaten/Kota di DIY, Kabupaten Sleman menargetkan memiliki empat Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Dua dari empat TPST terletak di Kecamatan Kalasan dan Minggir. Keduanya mengimplementasikan konsep pengelolaan sampah dengan Refuse Derived Fuel (RDF), yaitu bahan bakar yang dihasilkan dari proses pengolahan sampah padat. Bahan bakar tersebut akan digunakan PT. Solusi Bangun Indonesia (SBI) sesuai dengan kesepakatan dengan Pemkab Sleman. Namun, TPST Sendangsari yang terletak di Kecamatan Minggir sempat menuai keluhan dari warga setempat. Warga mengeluhkan bau tidak sedap sesaat setelah TPST tersebut beroperasi. Pengelola TPST Sendangsari, Syaefulloh, dengan cepat menanggapi kasus ini. Pihaknya langsung memasang exhaust fan, cyclon dryer, dan penanaman berbagai vegetasi di sekitar area TPST.

Tidak terbatas pada pembangunan TPST, Pemkab Sleman juga mengupayakan untuk mengelola sampah dengan memilah sampah organik dan anorganik. Sampah organik akan ditimbun pada lubang di tanah dan hasilnya akan digunakan sebagai kompos, pakan ternak, hingga ekoenzim. Sedangkan, sampah anorganik akan dibawa ke lembaga pengelola sampah seperti bank sampah, Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS3R), atau pelapak sampah.

Tidak berbeda jauh dengan Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul juga menerapkan konsep pengolahan sampah mandiri yaitu dengan mengelola di TPS3R. Hingga 2023, tercatat sebanyak 21 TPS3R yang dinilai cukup untuk menanggulangi produksi sampah di Gunungkidul. Dinas Lingkungan Hidup Gunungkidul pun tengah mencoba untuk memaksimalkan pengolahan sampah oleh masyarakat atau komunitas di tingkat kalurahan. Namun, hal kontras terjadi di Kabupaten Kulon Progo. Pada tahun 2023, di masa transisi desentralisasi, Kulon Progo belum memiliki fasilitas pengelolaan sampah seperti kabupaten lain. Hal ini mengakibatkan pengelolaan sampah hanya bertumpu pada pemanfaatan TPA Banyuroto.

Terakhir, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta meneken kerjasama penanganan sampah, salah satunya dengan pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) senilai Rp400 miliar di Bawuran, Pleret. Dengan teknologi karbonasi, pihak pengelola mengklaim bahwa 80 persen hasil pengelolaan sampah akan menjadi bahan baku industri dan 20 persen lainnya menjadi pupuk pertanian.

Selaras dengan program desentralisasi pengelolaan sampah Pemda DIY, Pemerintah Pusat menginisiasi pula program penanganan sampah. Dikutip dari KOMPAS.com, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan kepada Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk menyusun satuan tugas percepatan penanganan sampah. AHY mengaku, ketika diwawancara oleh wartawan (12/03), tengah dalam tahap perancangan skema penanganan yang tepat. Satgas tersebut direncanakan untuk berkolaborasi dengan berbagai kementerian, lembaga, pemerintah daerah, hingga masyarakat.
Sobat Ero, problematika sampah ini pun bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya. Perlu adanya dukungan dari masyarakat untuk mengelola sampah di rumah masing-masing. Menerapkan konsep reuse, reduce, dan recycle adalah pegangan kita untuk menuju pengelolaan sampah yang lebih efisien. Jadi, Ero berpesan dan mengajak Sobat Ero sekalian untuk menjadi inisiator pengelola sampah baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan pertemanan kalian. Kalau bukan dari sekarang, kapan lagi? Kalau bukan dari kita, siapa lagi?

Penulis: Albertus Bintang Cahyo G.

Layout: Narendra Dewa W.

Data: Kelvin Kenzie Muhammad