Mulai dari penjadwalan hingga sistem kuota per harinya. Kendaraan roda empat sekarang telah dibatasi aksesnya untuk keluar masuk lingkungan Fakultas Teknik UGM melalui portal tapping. Meskipun begitu, mahasiswa masih tetap diperbolehkan untuk parkir sesuai dengan kuota yang mereka dapatkan di Lapangan Satu Bumi ataupun GSP. Kebijakan ini bermula dari terbitnya surat edaran Fakultas Teknik per tanggal 3 Maret 2025 yang isinya mengatur mengenai pembatasan kendaraan roda empat. Fakultas Teknik menyoroti perwujudan lingkungan FT yang sustainable karena terdapat ketidakseimbangan antara jumlah kantong parkir dengan jumlah kendaraan roda empat. Pembatasan ini berlaku untuk mahasiswa S1, S2, dan Profesi, sedangkan untuk tendik dan dosen tidak dikenai pembatasan.
RESPONS MAHASISWA
Hal ini kemudian menuai beragam reaksi dari mahasiswa. Clapeyron Media telah melakukan wawancara bersama beberapa perwakilan keluarga dan himpunan mahasiswa, yaitu KMTM, KMTA, dan KMTNTF. Mereka sama-sama menganggap bahwa kebijakan ini merupakan kebijakan yang terburu-buru dan kurang kajian. Menurut Mas Abimanyu, sebagai perwakilan KMTM, di lingkungan DTMI sendiri banyak pengguna mobil sehingga banyak mahasiswa yang terdampak. Pembatasan lahan parkir dinilai kurang maksimal dan bisa dikatakan mengurangi aksesibilitas mahasiswa untuk ke kampus dengan nyaman.Mas Zaki, sebagai perwakilan KMTNTF, juga menilai bahwa keputusan FT ini sangat sepihak dan terlalu terburu-buru karena belum dilakukan hearing atau pertemuan per departemen. Mengenai alternatif parkir yang dipindahkan ke GSP, sangat menyulitkan karena jauh dan tidak dapat diakses secara fleksibel. Sedangkan menurut Mas Cua, dari perwakilan KMTA, urgensi penggunaan mobil adalah untuk membawa maket dengan ukuran yang cukup besar. Akibat pembatasan ini, sebagian mahasiswa KMTA beralih menjadi berjalan kaki karena tidak diperbolehkan membawa mobil. Di satu sisi, terlihat seperti pengurangan fasilitas saja dan lebih baik lahan parkir dialihfungsikan menjadi lahan yang lebih berguna.
PENDAPAT AKADEMISI
Clapeyron Media juga telah mewawancarai Prof. Zudhy, selaku dosen KBK Transportasi Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM, terkait dengan kebijakan ini. Menurut beliau, pembatasan parkir memang dibutuhkan jika supply sudah tidak mencukupi demand. Sudah benar diberikan pembatasan parkir, tetapi memang secara kebijakan terlalu cepat dan belum disosialisasikan. Terlebih lagi, di skema awal sampai melarang kendaraan roda empat mahasiswa untuk masuk, kebijakan tersebut tentu tidak tepat.
Menurut beliau, pengalokasian parkir ke GSP sangat menyulitkan karena aksesibilitas sangat rendah. Jika alternatif yang ditawarkan adalah menggunakan Bus Trans Gadjah Mada, maka bus harus bisa terintegrasi per jam masuk mahasiswa, bahkan intensitas dan rute juga harus diperbanyak. Di sisi lain, pihak fakultas belum berkoordinasi dengan pihak bus Trans Gadjah Mada ataupun pihak universitas.
DIALOG
Sejauh ini, BEM KMFT UGM telah melakukan tiga kali dialog dengan pihak fakultas dan kesimpulan yang didapat adalah tetap dilakukan pembatasan. Apabila ada mahasiswa yang melanggar, maka akan diberlakukan sanksi penggembokan dan sanksi pelanggaran SHE. Selain melakukan dialog dengan pihak fakultas, BEM KMFT UGM juga telah melakukan 3 kali dialog dengan KM/HM dan BSO. Meskipun pada konsolidasi pertama terdapat banyak penolakan terhadap kebijakan ini, saran dari KM/HM belum dapat ditindaklanjuti.
MEKANISME PEMBATASAN
Selama kurang lebih seminggu, per tanggal 17 Maret 2025, skema war diterapkan. Pembatasan kendaraan dilakukan dengan sistem kuota yang diperebutkan antarmahasiswa. Menanggapi skema tersebut, Prof. Zudhy sendiri mengatakan bahwa skema lain yang dapat diterapkan adalah dengan kebijakan registrasi ganjil genap (1 mahasiswa 1 mobil) agar semua memiliki hak yang sama dan tahu secara jelas kapan bisa membawa mobil. Akan tetapi, FT tetap bersikeras melakukan penjadwalan kuota. Penjadwalan ini dilakukan melalui pengisian spreadsheet dengan kuota terbatas per klasternya. Pada saat hari pertama percobaan sistem ini, terjadi keterlambatan input tapping oleh PK4L sehingga banyak mobil yang tidak bisa masuk. Kuota per klasternya juga dinilai tidak adil karena terdapat ketimpangan antara satu klaster dengan klaster lainnya.
Menurut BEM KMFT sendiri, kendala skema war menggunakan spreadsheet adalah penyampaian informasi yang kurang masif, banyak miskomunikasi yang terjadi karena ada delay dari BEM ke FT, dan ada kesalahpahaman antara BEM dan PK4L.Oleh karena itu, di tanggal 17 Maret 2025, tercetuslah skema metode pengisian menggunakan Google Form dan kuota per klaster dihilangkan. Akan tetapi, meskipun sudah menang berebut, mahasiswa hanya berkesempatan untuk membawa mobil selama satu hari dalam seminggu.
EVALUASI
“Uji coba juga menjadi fase yang paling penting untuk dievaluasi. Harusnya semua mahasiswa yang ikut uji coba (bersikap) adil, tapi malah ada yang ga dapet,” ujar Mas Abimanyu dari perwakilan KMTM.
“Sebenernya (ber)dampak banyak parkir liar di sekitar teknik, khususnya pada parkir ambulance (menambah banyak masalah ke luar teknik),” ujar Mas Cua dari perwakilan KMTA.
PROYEKSI KE DEPAN
Proyeksi kebijakan ini ke depannya adalah dari pihak fakultas tetap mengimbau untuk adanya pembatasan kendaraan roda empat ini, sedangkan dari BEM KMFT sendiri tetap mengadakan penjadwalan dengan metode yang akan terus disesuaikan. Metode tersebut ialah mahasiswa yang memakai kendaraan roda empat akan mendaftarkan diri melalui form, kemudian diatur penjadwalan oleh BEM sendiri dengan penyesuaian jadwal kelas dan sebagainya di mana mahasiswa diperbolehkan membawa mobil selama tiga hari dalam seminggu dengan pilihan satu hari alternatif.
Kebijakan ini akan ditiadakan dahulu selama UTS. Kemudian, setelah UTS akan ada percobaan lagi, 120 kantong parkir dari 147 yang tersedia. Dari sisa kuota tersebut, dapat dilihat perilaku mahasiswa, apakah akan parkir liar atau memilih moda transportasi yang lain. Jika memang banyak parkir liar, maka akan ada penambahan kantong parkir hingga batas tertentu.
HARAPAN
Mengingat berbagai dampak yang ditimbulkan, KMTNTF, KMTM, KMTA, beserta seluruh mahasiswa FT UGM berharap agar kebijakan ini ditinjau kembali. Harus terus ada evaluasi dan revisi terhadap kebijakan. Ditambah, pihak dekanat harusnya bisa lebih konkret dengan mewujudkan fasilitas transportasi umum yang lebih memadai, bukan malah mahasiswa yang mencari solusi melalui pengurangan kantong parkir. Pembatasan juga bisa dilakukan secara bertahap. BEM KMFT sendiri berharap solidaritas dari setiap KM/HM untuk menyuarakan aspirasi saat berdialog lagi bersama Prof. Selo terkait kebijakan ini. Prof. Zudhy menambahkan bahwa apabila memungkinkan, dari mahasiswa sendiri harus didorong untuk menggunakan angkutan umum dari rumah. Seperti bis listrik Trans Jogja seharusnya bisa dilewatkan masuk ke dalam SGLC karena bis listrik tidak mengakibatkan polusi/emisi karbon dengan syarat mengajukan surat dari universitas ke pengelola bus lalu Dishub Provinsi dan membuat shuttle bus di dalam teknik (sekitar tugu) sehingga dapat memfasilitasi aksesibilitas transportasi umum bagi setiap mahasiswa.
Tulisan oleh Portia Puteri Aditama