4 LK Adopsi Konsep Lingkungan Kawasan Industri

Saat ini, kawasan industri di Indonesia tengah mengalami perkembangan. Sesuai dengan isu G20, Pemerintah mendorong arah perkembangan kawasan industri konvensional menjadi kawasan industri ramah lingkungan yang mengusung bebe-rapa konsep, seperti green industrial park dan smart-eco industrial park.

Selain untuk membantu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan produk lokal, kawasan industri hijau juga bertujuan untuk menyelaraskan kebutuhan masyarakat dengan kelestarian lingkungan. Penerapan industri hijau dapat dilakukan dengan aspek-aspek seperti menggunakan energi yang dapat diperbarui, meningkatkan keterampilan sumber daya manusia, menggunakan peralatan hemat energi, dan menghasilkan produk ramah lingkungan.

Berkembangnya kawasan industri yang eco-friendly tentunya dapat mengurangi isu-isu lingkungan dan mewujudkan Indonesia sebagai target investasi hijau.

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai infrastruktur penunjang kawasan industri yang wujudkan misi keberlanjutan lingkungan, Clapeyron berkesempatan mewawancara Endra S. Atmawidjaja selaku Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan.

Latar Belakang Pengembangan Kawasan Industri

Salah satu dari tujuh agenda pembangunan RPJMN 2020–2024 adalah perkuatan infrastruktur yang dilakukan melalui pembangunan infrastruktur pelayanan dasar, konektivitas multimoda, infrastruktur perkotaan, energi dan ketenagalistrikan, serta pemanfaatan infrastruktur TIK untuk transformasi digital.

Setiap pembangunan infrastruktur tentunya berpengaruh pada pengembangan kawasan industri. Infrastruktur pelayanan dasar ditargetkan dapat mengoptimalkan pelayanan air baku, gas, dan energi untuk industri secara domestik. Pembangunan konektivitas multimoda, di antaranya pembangunan jalan tol, jalan strategis, hingga akses jalan dalam kawasan industri, juga turut mendukung pertumbuhan ekonomi. Akses yang lebih mudah dapat meningkatkan efisiensi distribusi material sehingga dapat memangkas biaya logistik. Pemanfaatan TIK juga digunakan agar berbagai proses pengelolaan kawasan industri dapat lebih terintegrasi dan terpadu.

Endra S. Atmawidjaja, S.T., M.Sc., DEA
Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan

Kawasan industri memiliki fungsi dalam pengembangan wilayah dan berperan sebagai pusat pertumbuhan atau center of economic growth. “Nah, jadi kawasan-kawasan itu, apakah itu industri, kawasan pertambangan, kawasan pertanian, kawasan perkebunan, perkotaan,nah, itu sebetulnya center of economic growth semua. Jadi, pengembangan wilayah itu kalau kita punya banyak center, wilayah tersebut bisa berkembang,” tutur Endra.

Endra juga mengatakan untuk mendukung fungsi-fungsi kawasan yang ada, termasuk kawasan industri, perlu diperhatikan integrasi dari hulu hingga hilir. Bagian hulu, seperti aktivitas pertambangan, perkebunan, dan kehutanan, bertugas memproduksi bahan baku. Bagian hilir biasanya digunakan untuk mengolah bahan baku tersebut atau seringkali disebut hilirisasi.

Hilirisasi merupakan upaya untuk meningkatkan nilai tambah dengan mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau jadi. “Misalkan kita produksi jeruk, kemudian hilirisasinya dijadikan industri jus jeruk, atau jeruk yang dipakai untuk cokelat, atau misalkan pengepakan makanan agar awet,” terang Endra. Kemudian, sebagian barang ini akan dikonsumsi di wilayah aglomerasi (pemusatan dari aktivitas ekonomi dalam kawasan tertentu) dan sebagian lainnya akan diekspor.

Pengembangan wilayah untuk tujuan pertumbuhan ekonomi memiliki tiga inti, yakni produksi, konsumsi, dan ekspor—setiap lini tersebut membutuhkan infrastruktur. Jika berbicara mengenai kawasan industri, sebetulnya berbicara mengenai produksi.

Material dan konstruksi merupakan fokus dalam mendorong kawasan industri Luar Jawa

Kondisi Kawasan Industri Indonesia

RPJMN 2020–2024 memuat 41 major projects, 24 di antaranya menjadi kewenangan Kementerian PUPR termasuk tiga major projects yang berkaitan dengan pengembangan kawasan industri. Major projects yang pertama, yakni pembangunan sembilan kawasan industri di luar Jawa dan 31 smelter dengan sasaran industrialisasi di luar Pulau Jawa.

Indonesia memiliki kawasan industri sebanyak 126. Saat ini, sejumlah 27 kawasan industri menjadi fokus Kementerian PUPR, yakni 14 berada di Pulau Sumatera, 6 di Pulau Kalimantan, 2 di Pulau Jawa dan Madura, 1 di Nusa Tenggara Barat, 3 di Pulau Sulawesi dan Maluku, serta 1 di Pulau Papua.

Dalam manajemen operasi terdapat lima faktor utama, yakni man, machine, materials, money, method atau disingkat 5M. Selama ini, nilai produk domestik bruto (PDB) sebesar 60–70% bersumber dari Pulau Jawa. Sementara itu, Pulau Jawa memiliki ketersediaan lahan yang terbatas. Ditambah lagi, Pulau Jawa tidak memiliki banyak faktor material, meskipun sumber daya manusianya cukup unggul apabila dibandingkan dengan pulau-pulau lain. Oleh karena itu, pemerataan pembangunan kawasan industri dilakukan Pemerintah mulai dari Aceh hingga Papua.

Pembangunan kawasan industri dekat dengan sumber material dapat menekan biaya transportasi sehingga produk dapat menjadi lebih kompetitif. Diharapkan, pusat pertumbuhan ekonomi baru terjadi di luar Pulau Jawa, termasuk di daerah Ibu Kota Negara (IKN) Kalimantan Timur.

“Kita harapkan akan muncul economic belt baru itu di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi yang basisnya harus didukung oleh infrastruktur,” tutur Endra.

Status 27 kawasan industri tersebut terbagi menjadi tiga, yakni tahap greenfield, brownfield, dan operasional. Tahap greenfield adalah tahap berupa persiapan pembangunan, pembebasan tanah, penyiapan dokumen, pencarian investor, atau masih dalam perizinan yang belum tuntas. Terdapat dua belas kawasan industri yang masih dalam tahap greenfield.

Berikutnya adalah tahap berupa pembebasan lahan yang sudah lebih dari 50%, land clearing, penyiapan infrastruktur, dan sertifikasi lahan. Tujuh kawasan industri termasuk dalam tahap ini, yakni tahap brownfield. Tahap terakhir merupakan tahap saat kawasan siap digunakan tenant dan kegiatan operasional telah dilakukan oleh pengelola. Tahap ini disebut tahap operasional dengan delapan kawasan industri termasuk di dalamnya.

Instalasi pengolahan limbah dan sampah adalah keharusan suatu kawasan industri

Infrastruktur sebagai Penunjang Kawasan Industri

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menyediakan infrastruktur industri dan infrastruktur penunjang. Infrastruktur industri di antaranya adalah jaringan energi dan kelistrikan, telekomunikasi, sumber daya air dan jaminan pasokan air baku, sanitasi, serta transportasi. Infrastruktur penunjang antara lain adalah pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, kesehatan, pemadam kebakaran, dan tempat pembuangan sampah.

Fasilitas infrastruktur kawasan industri biasanya bergantung pada jenis kawasan industri itu sendiri. Misalnya, Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang yang memiliki fokus agroindustri. Selain berlokasi dekat dengan jalan nasional dan jalan tol, KIT Batang juga memiliki jalan dalam kawasan untuk mempermudah akses transportasi. Infrastruktur untuk sumber air baku juga disediakan, di antaranya bendung dan reservoir. Air baku ini nantinya digunakan untuk kebutuhan industri—misalnya sebagai cooling system pabrik—dan untuk memenuhi kebutuhan air para pekerja. Hunian layak bagi para pekerja industri berupa rumah susun juga disiapkan untuk menghindari masalah kekumuhan.

KIT Batang dalam pengoperasiannya juga tidak terlepas dari penggunaan bahan kimia. Oleh karena itu, PUPR juga menyediakan industrial wastewater treatment plant sebagai sarana pengolahan limbah serta infrastruktur pengelolaan sampah dan sanitasi. Standar kualitas air limbah harus dipenuhi sebelum masuk ke badan air, seperti parameter biochemical oxygen demand (BOD), turbidity, dan warna. Terdapat dua standar sebagai baku mutu lingkungan, yakni pengecekan yang dilakukan pada sumber dari industri dan di badan air. Standar ini memiliki nilai tinggi supaya tidak mencemari lingkungan.

Seluruh kegiatan, dari pertambangan dan produksi material hingga konstruksi dan operasi kawasan industri akan meninggalkan ecological footprint

Konsep Kawasan Industri Ramah Lingkungan

Ada beberapa strategi yang dicanangkan Pemerintah untuk mengembangkan kawasan industri ramah lingkungan. Pertama, lahan kawasan industri dialokasikan jauh dari pusat permukiman penduduk dan di luar kawasan perkotaan. Kawasan industri di tepi kota dihindarkan supaya para penduduk tidak terkena dampak langsung saat kota berkembang secara organik. Kedua, pembangunan industri yang dekat dengan sumber materialnya. Endra menegaskan bahwa permasalahan utama kawasan industri di Indonesia yang merusak lingkungan adalah tingginya ecological footprint yang dihasilkan.

“Makin kecil ecological footprint-nya, makin sustainable lingkungan kita,” ucap Endra. Jejak ekologi (ecological footprint) mengukur pemanfaatan sumber daya alam oleh manusia dan tingkat limbah dari penggunaan sumber daya tersebut. Analisis ecological footprint banyak digunakan sebagai indikator keberlanjutan. Hubungan ecological footprint dengan kawasan industri tentunya sangat erat.

Produksi barang industri konvensional cenderung berada jauh dari lokasi sumber material sehingga membutuhkan sistem transportasi rumit. Indonesia masih termasuk dalam tahap fabrikasi (pembuatan sesuatu) dengan sumber material kebanyakan berasal dari negara asing. Belum lagi proses produksinya membutuhkan banyak energi, air, dan tenaga. Itu semua termasuk dalam ecological footprint.

Ketiga, proses produksi dari hulu hingga hilir menerapkan prinsip-prinsip industri hijau, yakni efisiensi penggunaan sumber daya, energi, dan air. Misalnya, dalam rangka penghematan air dapat digunakan sprinkler sebagai pengganti tap water konvensional. Selain itu, air yang sudah masuk dalam sewerage dapat digunakan kembali untuk penyiraman tanaman.

Dengan adanya water recycling system, penciptaan loop, dapat meminimalkan material yang terbuang dari kawasan industri. Penciptaan loop sebagai pengolahan limbah tidak hanya berlaku untuk air, tetapi juga jenis limbah lainnya. Misalnya, pengolahan limbah padat biasanya dilakukan dengan membuat kompos dan mendaur ulang bahan non-organik.

Kawasan industri ramah lingkungan tentunya tidak serta-merta dapat berjalan menggunakan strategi Pemerintah saja. Kesadaran masyarakat dan perusahaan yang berada dalam kawasan industri juga harus berjalan selaras. Dewasa ini, masyarakat sudah memiliki kesadaran mengenai produk ramah lingku- ngan. Bila suatu produk atau pabrik terekspos mencemari lingkungan, masyarakat cenderung tidak membeli produk tersebut.

“Secara alamiah itu, market akan memilih industri-industri yang tidak membahayakan. Sama dengan rokok. Rokok dari waktu ke waktu kan sebetulnya dia makin tidak populer gitu. Jadi konsumen rokoknya makin lama makin berkurang karena ada awareness terhadap kesehatan, ada awareness terhadap lingkungan,” jelas Endra.

Nantinya, kawasan industri dapat disertifikasi dengan Standar Industri Hijau (SIH). SIH adalah standar industri yang terkait dengan bahan baku, bahan penolong, energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan, pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang dibakukan secara konsensus oleh semua pihak terkait untuk mewujudkan industri hijau.

Smart-eco industrial park ialah kawasan yang proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi, pemanfaatan teknologi, dan efektivitas sumber daya secara berkelanjutan. Berbeda dengan kawasan industri konvensional, kawasan industri ramah lingkungan menyediakan pembangkit energi baru terbarukan. Tidak lupa penyediaan open space sebagai upaya untuk mengurangi pencemaran udara.

Salah satu kawasan industri yang dicanangkan akan menggunakan konsep tersebut adalah Green Industrial Park di Kalimantan Utara. Peletakan batu pertama telah berlangsung pada Desember lalu. Kawasan industri ini akan ditopang oleh pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang berasal dari Sungai Kayan. Tak hanya itu, proyek ini diklaim akan menghasilkan green product dan proses produksi dari hulu ke hilir menggunakan teknologi bersih.

Pengadopsian konsep berwawasan lingkungan sebagai pengembangan kawasan industri merupakan langkah Pemerintah untuk keberlanjutan. Peran seluruh stakeholder diperlukan untuk mewujudkan tujuan bersama, salah satunya, yakni pemerataan pembangunan melalui kawasan industri.

AMALIA RAMADHANI