Pemerintah Indonesia terus berupaya membangun perekonomian melalui transformasi struktural. Ditandai dengan peningkatan kontribusi sektor industri dalam menopang perekonomian, menggantikan sektor pertanian, Pemerintah Jawa Barat kini tengah mengembangkan kawasan ekonomi baru yang terintegrasi, inovatif, kolaboratif, berdaya saing tinggi, serta berkelanjutan—Metropolitan Rebana.
Kawasan Rebana yang terletak di sisi timur laut Jawa Barat merupakan kawasan pengembangan baru berbasis perkotaan inti Cirebon-Patimban-Kertajati dan tujuh kabupaten/kota sekitar (Subang, Indramayu, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Kuningan, dan Kota Cirebon). Rebana direncanakan dapat mendorong potensi-potensi yang ada di kawasan tersebut, seperti keunggulan sisi konektivitas dan adanya peluang pengembangan kawasan sebagai KEK (kawasan ekonomi khusus).
Kawasan Rebana diharapkan dapat bersinergi dengan kota-kota di sekitarnya, mendukung investasi, dan mengembangkan industri yang terdistribusi ke timur Jawa Barat. Dengan begitu, laju kegiatan industri di area Bodebekkarpur (Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, dan Purwakarta) dapat diratakan karena sudah mencapai batas kemampuan dukungnya.
Kiat Pembangunan Metropolitan Rebana
Di Kawasan Rebana terdapat 13 kawasan peruntukan industri (KPI) yang terwujud dari usulan-usulan pihak kabupaten/kota. Beberapa yang termasuk KPI tersebut adalah KPI Subang Barat, Subang Timur, Indramayu, Kertajati, Jatiwangi, Cirebon, Krangkeng, Balongan, Patrol, dan Patimban.
Selain dari 13 KPI, akan dikembangkan industri berbeda yang disesuaikan dengan karakteristik daya dukung sekitar. Sebagai contoh, Kabupaten Sumedang terkenal dengan tahu, soto bongko, dan kuliner lainnya sehingga akan dikembangkan sektor industri pengolahan makanan dan minuman. Beragamnya motif batik beserta ciri khasnya, seperti lingga, mahkota (siger), klowongan tahu, membuat daerah ini juga berpotensi untuk dikembangkan industri tekstil.
Kegiatan ekonomi Kawasan Rebana nanti tidak hanya terpaku pada sektor industri, tetapi ada sektor-sektor lain yang juga turut berperan andil. Pengembangan di Metropolitan Rebana akan ditunjang oleh pengembangan industri kecil menengah (IKM) serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Anugerah berupa keindahan alam dan keragaman seni budaya hingga kulinernya ikut mengiringi pertumbuhan sektor ekonomi nantinya.
Komitmen Mencapai Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan. Slogan yang digaungkan oleh PBB sejak tahun 1970-an ini juga menjadi prinsip pengembangan Kawasan Rebana berbasis lingkungan—salah satunya adalah melalui pembangunan sistem sarana pengolahan limbah dan sampah terpadu skala regional di Kawasan Rebana.
Para pelaku industri diharapkan sudah merencanakan infrastruktur dasar, terutama terkait pengolahan limbah yang maju dan pengelolaannya yang mendukung circular economy. Bagaimana sampah dan limbah dikelola tersebut ikut dipromosikan investasinya ke berbagai negara sebagai bentuk kesungguhan dalam mewujudkan kawasan yang berkelanjutan.
Kegiatan industri Jawa Barat, khususnya di Kawasan Rebana, ke depannya diharapkan dapat menggunakan sumber energi terbarukan. Untuk mencapai hal tersebut, terdapat rencana pembangunan infrastruktur energi menggunakan energi panas bumi dan air, seperti PLTP Gunung Tampomas, PLTA Jatigede, PLTA Wado, serta PLTP Sangkarhurip Ciremai. Selain itu, juga dibangun beberapa bendungan baru untuk mencukupi kebutuhan air, meliputi Bendungan Ciawi, Sukamahi, Matenggeng, Sadawarna, dan juga Cipanas.
Bendungan Cipanas merupakan contoh bendungan yang sedang dibangun dan baru akan selesai pada akhir tahun 2022 ini. Bendungan yang dikelola unit pelaksana Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung (BBWS Cimancis) ini berfungsi sebagai penyedia air baku, pemenuhan kebutuhan air irigasi, dan peredam banjir di area sekitarnya.
Selain pembangunan bendungan baru, juga dilakukan penambahan fungsi untuk bendungan yang sudah lama beroperasi, misal pada Bendungan Jatigede yang sudah ada sejak 2017. Saat ini, di Bendungan Jatigede tengah dibangun fungsi baru sebagai pembangkit listrik tenaga air yang direncanakan mencapai 2×55 MW.
Kawasan Rebana menganut konsep pengembangan bahwa industri tidak boleh menimbulkan ketimpangan dengan sektor lainnya. Oleh sebab itu, sektor yang sudah ada—misal pertanian—akan tetap dipertahankan demi membentuk kawasan industri yang terintegrasi. Penguatan tata ruang, yaitu aturan mengenai aman atau tidaknya suatu daerah dibangun industri, turut dibuat demi mendukung petani lokal dan mempertahankan kawasan pertanian pangan berkelanjutan.
Selain sektor lingkungan, program penataan kawasan destinasi wisata alam hingga wisata budaya dan religi, serta pengembangan UMKM, misal pada bidang fashion dan kuliner, juga dilakukan sebagai bentuk pengembangan sosial masyarakat.
Simpul Logistik Kawasan
Metropolitan Rebana memiliki jantung pertumbuhan kawasan yang berfungsi sebagai pusat konektivitas dan logistik. Kawasan ini terletak di antara tiga simpul utama, yaitu Bandara Kertajati, Pelabuhan Cirebon, dan Pelabuhan Patimban.
Simpul pertama, Bandara Kertajati. Bandara Kertajati merupakan bandar udara yang terletak di Kabupaten Majalengka. Bandara ini sudah beroperasi sejak 2018 lalu dan melayani penerbangan internasional wilayah Bandung dan Cirebon. Kertajati menjadi konsep aerocity pertama di Indonesia yang akan mengembangkan fasilitas hunian, fasilitas haji dan umrah, serta kawasan komersial.
Kedua, Pelabuhan Cirebon. Pelabuhan Cirebon terletak di lintasan jalan raya dan rel KA ke seluruh Pulau Jawa. Pelabuhan Cirebon sudah dibangun sejak tahun 1865 dan saat ini menjadi alternatif Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Dengan fasilitas yang cukup lengkap, Pelabuhan Cirebon dapat melayani barang curah kering, curah cair, dan barang dalam karung untuk perdagangan antarpulau.
Simpul terakhir, Pelabuhan Patimban yang berada di Subang. Pelabuhan yang baru dibangun pada tahun 2018 ini dimaksudkan untuk menopang padatnya kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Patimban saat ini sudah beroperasi beriringan pembangunannya yang masih dilaksanakan. Kegiatan operasional yang saat ini sudah dilakukan berupa pengiriman kendaraan untuk regional dan wilayah Asean.
Untuk mendukung kinerja tiga simpul utama yang ada, perlu dibangun infrastruktur pendukung. Infrastruktur tersebut meliputi pembangunan dan pelebaran jalan sebagai penghubung kawasan industri dengan simpul logistik. Sebagai contoh, pembangunan Tol Cisumdawu, pembangunan akses Tol Cipali Patimban, dan Pelebaran Jalan Kadipaten–Jatibarang untuk akses menuju Bandara Kertajati dari Indramayu.
Ada juga pembangunan jaringan transportasi darat lain, seperti Rel KA Subang–Patimban. Rel tersebut nantinya dapat mempermudah pergerakan barang yang berasal dari kawasan industri ke Pelabuhan Patimban. Selain rel KA, dibangun juga dua terminal tipe B di Kabupaten Cirebon serta Indramayu. Pembangunan terminal ini diharapkan mampu meningkatkan perekonomian warga sekitar, terutama bagi pelaku UMKM.
Cita-Cita yang Digantungkan
Adanya Kawasan Rebana ditargetkan dapat meningkatkan laju investasi hingga 7,77% pada tahun 2030 dan laju pertumbuhan ekonomi mencapai 7,16%. Selain itu, penyerapan tenaga kerja juga akan meningkat pesat, yaitu mencapai 400 ribu tiap tahunnya.
Pengembangan Kawasan Rebana memang bisa dibilang baru pada tahap awal serta masih minim area-area industri yang berkembang di dalamnya. Perencanaan yang matang sangat diperlukan agar nanti pembangunan yang dilakukan tidak sia-sia.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Barat Noneng Komara Nengsih berharap dengan dibangunnya Kawasan Metropolitan Rebana, bukan hanya investasi besar yang dapat berkembang, tetapi investasi-investasi UMKM juga turut bergerak sehingga masyarakat bukan hanya sebagai penonton, melainkan sebagai supplier, hingga punya akses terhadap teknologi serta modal.
“Rebana itu berkembang bukan kawasannya saja, tetapi masyarakatnya juga dan konsep work-play-live tercapai. Nyaman tinggal di Rebana, nyaman bekerja di sana, kemudian juga menjadi tempat rekreasi untuk menambah kebahagiaan masyarakat Rebana sendiri dan tentu saja, harapannya dari seluruh pihak menyadari hal ini sehingga cita-cita tercapai tanpa hambatan yang tidak diinginkan,” harapan lain Noneng Komara.
Sebagai salah satu dari simpul emas Rebana, Pelabuhan Patimban bertanggung jawab meningkatkan kinerja sektor logistik nasional. Dengan daya tampung mencapai 7,5 jutaTEUs/tahun dan 600 ribu CBU, pelabuhan ini digadang kandapat melampaui PelabuhanTanjung Priok, Jakarta.
Dana yang dianggarkan untuk megaproyek Patimban mencapai Rp50 triliun hingga pembangunan selesai. Letak pelabuhan yang cukup strategis di antara Jakarta–Cirebon dan sudah terkoneksi dengan jalan tol membuat pelabuhan ini dapat mengangkat potensi pengembangan kawasan industri di sepanjang utara Jawa.
Pelabuhan Patimban diharapkan dapat menopang Pelabuhan Tanjung Priok untuk mendukung kegiatan logistik karena padatnya lalu lintas di sana. Hadirnya Pelabuhan ini sekaligus dapat memangkas biaya logistik dengan mendekatkan pusat produksi ke sektor distribusi serta menjamin keselamatan pelayaran (termasuk area eksplorasi migas).
Necisnya Pembangunan Pelabuhan Patimban
Pembangunan Pelabuhan Patimban dilakukan secara bertahap, yaitu tahap satu, dua, dan tiga. Tahap pertama sendiri dibagi menjadi dua fase. Saat ini, pembangunan Tahap 1 Fase 1 sudah selesai, yaitu pembangunan dermaga peti kemas kapasitas 250 ribu TEUs, dermaga kendaraan kapasitas 218 ribu CBU, area reklamasi 64 hektare, dan area kolam pelabuhan. Kemudian, fase kedua akan menyelesaikan pekerjaan terminal peti kemas seluas 66 hektare dengan kapasitas sebesar 3,5 juta TEUs, terminal kendaraan kapasitas 600 ribu CBU, dan terminal ro-ro seluas 200 m2.
Sementara untuk tahap kedua, pembangunan akan dilanjutkan pada tahun 2024–2025 dengan kapasitas peti kemas meningkat menjadi 5,5 juta TEUs. Tahap ketiga atau tahap akhir akan dibangun pada tahun 2026–2027, meliputi peningkatan kapasitas peti kemas dengan kapasitas mencapai 7,5 juta TEUs.
Pelabuhan Patimban dibangun di atas tanah reklamasi, sedikit ke tengah laut, karena area sekitar pantai yang dangkal. Pada wilayah rencana pun masih perlu dilakukan pengerukan hingga kedalaman 17 meter di bawah dasar laut. Metode reklamasi yang digunakan sudah canggih, bahkan baru pertama diterapkan di Indonesia. Metode ini dikenalkan oleh Jepang, yaitu cement deep mixing (CDM) dan cement pipe mixing (CPM).
Metode CDM diterapkan sebagai perkuatan tanah. Tahapan pertama CDM adalah pengeboran dasar laut hingga didapatkan lapisan tanah yang kaku (N-SPT>15). Kemudian, pada lubang bekas bor ditanamkan campuran semen sebagai penguatnya. Untuk 64 hektare luas yang sudah dibangun, memerlukan titik CDM pile sejumlah 44 ribu.
Terkait perkuatan tanah, selain di atas reklamasi, juga dilakukan di atas breakwater agar tidak amblas. Perkuatan tanah tersebut dilakukan cukup menggunakan bambu karena breakwater tidak menahan beban vertikal, seperti pada reklamasi. Bambu dengan jumlah kurang lebih 77 batang diikat kemudian dipancang. Saat “matras bambu” itu mengapung, kemudian diletakkan batu untuk breakwater sehingga lama-lama akan tenggelam.
Di sisi lain, metode CPM dilaksanakan dengan memanfaatkan tanah hasil pendalaman kolam. Material keruk tersebut dicampur dengan semen, kemudian ditiupkan ke pipa sepanjang 1,5 kilometer. Kedua bahan dalam pipa akan tercampur akibat mengalami turbulensi. Tinggi elevasi pembetonan CPM adalah satu setengah kali di atas tinggi air surut terendah.
Untuk menahan dermaga dari pergerakan lateral tanah, dipasang steel pipe sheet pile (SPSP) sepanjang perbatasan area dermaga guna menghindari longsor. Selain pemasangan SPSP, juga dibuat seawall/revetment di batas luar area reklamasi untuk menahan deburan ombak. Proses terakhir untuk reklamasi adalah penimbunan tanah pasir di atas CPM hingga ketinggian desain.
Pelabuhan Patimban dibangun dengan dua terminal, yaitu terminal kendaraan dan peti kemas. Kawasan pelabuhan akan dibuat kantong parkir truk untuk menunggu bongkar muat agar tidak macet di pintu masuk. Selain itu, jalur menuju Pelabuhan Patimban juga akan dibangun jalan kereta api untuk mengurai beban jalan di darat.
Luas total reklamasi direncanakan seluas 300 hektare, ditambah 350 hektare untuk area backup di darat. Area backup tersebut akan dimanfaatkan untuk stuffing (proses memasukkan barang ke kontainer). Selain itu, backup area juga dapat digunakan sebagai area produksi dan pergudangan serta pusat distribusi dan pengolahan dengan calon mitra.
Misi Jangka Pendek hingga Jangka Panjang
Pelabuhan sudah operasi sejak Desember 2020 silam. Kegiatan tersebut meliputi ekspor-impor kendaraan di negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Thailand. Selain itu, juga dilakukan pelayanan domestik ke dua pelabuhan, yaitu Pelabuhan Belawan dan Batam.
Saat ini, Pelabuhan Patimban juga melayani kegiatan pelayaran long distance ferry yang mengangkut truk-truk bermuatan barang. Pelayaran ini dioperasikan oleh PT ASDP dengan rute Pelabuhan Panjang dan Pontianak.
Pelabuhan Patimban ditarget untuk ekspor domestik atau internasional untuk kendaraan dan kontainer. Namun, selain kegiatan distribusi kendaraan, Pelabuhan Patimban juga ditargetkan melayani distribusi sektor pertanian, peternakan, hingga UMKM sekitar. Distribusi barang tersebut akan melalui kontainerisasi agar lebih tertata.
Pelabuhan Patimban berperan sebagai economic generator bagi Jawa Barat dengan menjadi pintu gerbang bagi industri-industri sekitar yang akan berkembang. Kawasan industri di sekitar pelabuhan seperti Smartpolitan Subang dan Manyingsal akan terhubung secara langsung melalui Tol Cipali menuju Pelabuhan Patimban. Dengan begitu, biaya ongkos logistik untuk industri atau UKM pun dapat ditekan dan diharapkan produk-produk lokal dapat turut bersaing.
HAKAN MALIKA ANSHAFA