Mewujudkan Desa Mandiri Energi Sekaligus Sarana Pemberdayaan Warga

Mikrohidro bukan hanya sekadar alat untuk melistriki wilayah terpencil yang sulit akan akses listrik, melainkan juga alat untuk memakmurkan rakyat. Karena membangun mikrohidro artinya memberdayakan masyarakat hingga menuju kesejahteraan.

Dikutip dari Rencana Strategis Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Tahun 2020-2024, lokasi geografis Indonesia yang berada di wilayah khatulistiwa membuat Indonesia mempunyai potensi sumber daya air yang cukup sepanjang tahun. Indonesia juga memiliki jumlah daerah aliran sungai (DAS) mencapai 458 DAS serta musim penghujan tiap tahunnya sehingga memberi peluang dalam pengembangan energi alternatif yang bersumber dari air.

Menurut Keputusan Menteri ESDM Nomor 143K/20/MEM/2019 tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional Tahun 2019-2038, proyeksi rata-rata pertumbuhan kebutuhan energi listrik nasional sekitar 6,9% per tahun. Sementara itu, dalam catatan Kementerian ESDM, rasio elektrifikasi Indonesia pada 2020 telah mencapai 99,2%. Ke depannya Kementerian ESDM menargetkan rasio elektrifikasi Indonesia pada tahun 2021 mencapai 99,9%.

Pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) dianggap menjadi solusi penyediaan energi listrik ramah lingkungan yang mampu menjangkau daerah-daerah terpencil dengan suplai listrik terbatas. termasuk dalam Program Indonesia Terang (PIT) yang digagas oleh Sudirman Said, Menteri ESDM Kabinet Kerja 2014-2019, pada tahun 2016 dengan membangun pembangkit dan mengalirkan listrik ke daerah terpencil, khususnya di wilayah bagian timur.

Apa Itu PLTMH?

PLTMH merupakan teknologi pembangkit listrik berskala kecil yang menggunakan air sebagai sumber tenaga penggeraknya. PLTMH termasuk dalam teknologi sederhana yang mempunyai kapasitas maksimal sebesar 100 kW. Debit air sungai dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin yang akan menghasilkan energi mekanik. Energi mekanik tersebut akan menggerakkan generator sehingga menghasilkan listrik.

PLTMH merupakan teknologi pembangkit listrik ramah lingkungan dan berkelanjutan karena memanfaatkan sumber daya terbarukan berupa aliran air. PLTMH juga dinilai sebagai salah satu upaya dalam mengurangi pemanasan global karena berkontribusi positif dalam mengurangi laju perubahan iklim global.

Aspek Green Economics pada PLTMH

PLTMH selain sebagai pemasok energi listrik, ternyata juga mempunyai aspek green economics karena mampu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Green economics mengacu pada konteks perekonomian berwawasan lingkungan, artinya setiap bentuk aktivitas perekonomian untuk meningkatkan taraf hidup manusia perlu dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Pertumbuhan ekonomi dan tanggung jawab terhadap lingkungan berjalan beriringan dan saling memperkuat sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.

Contoh nyatanya ialah PLTMH Cinta Mekar yang terletak di Desa Cinta Mekar, Subang, Jawa Barat. Melalui Koperasi Mekar Sari, setengah hasil energi dari PLTMH Cinta Mekar digunakan untuk program pemberdayaan masyarakat setempat yang mencakup biaya pendidikan, kesehatan, infrastruktur desa, hingga usaha produktif masyarakat setempat. Sementara itu, setengahnya lagi menjadi hak investor, yakni PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (HIBS). Selain itu, PLTMH Cinta Mekar juga melakukan swadaya listrik bersama dengan PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya dan di bawah pendampingan Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) hingga terwujud proyek pembangkit listrik tingkat desa.

Proyek tersebut dimulai pada tahun 2003 dengan bantuan dana dari United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP). Kegiatan operasional pembangkit listrik dijalankan oleh Koperasi Mekar Sari dan hasil penjualan listrik ke PLN dimanfaatkan kembali untuk pemberdayaan masyarakat hingga perawatan instalasi.

Tri Mumpuni selaku Ketua IBEKA berpendapat bahwa PLTMH, dalam konteks sumber energi terbarukan, sangat potensial untuk mengalirkan listrik di daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau akses penerangan dari PLN. Pada umumnya, daerah-daerah tersebut memiliki sumber daya air yang melimpah, tetapi pemanfaatannya sebagai sumber energi penghasil listrik belum dimanfaatkan secara optimal.

Potensi Pengembangan PLTMH di Wilayah Pedesaan dan Terpencil

Di zaman modern, hampir segala aktivitas manusia membutuhkan listrik. Namun, nyatanya masih ada wilayah di Indonesia yang belum terjangkau listrik. Wilayah tersebut umumnya ialah wilayah pedesaan dan terpencil yang sulit diakses PLN. Menurut Puni, berbicara mengenai konteks sumber energi terbarukan, PLTMH bisa menjadi salah satu solusinya.

Puni mengatakan bahwa pada umumnya, suatu wilayah menjadi sulit dijangkau PLN karena adanya kebutuhan biaya yang besar untuk membangun dan mendistribusikan listrik, minimnya infrastruktur daerah, terbatasnya aksesibilitas, serta rumah penduduk yang tersebar. Sementara itu, PLTMH bisa dibangun secara off-grid, artinya tidak terkoneksi dengan sistem transmisi dan distribusi PLN sehingga memungkinkan tersedianya akses listrik ke tempat terpencil yang sulit dijangkau oleh jaringan PLN.

Dengan pembangunan pembangkit listrik off-grid ini maka pengelolaannya pun bisa dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat setempat. Untuk itu, mikrohidro dinilai menjadi salah satu pembangkit yang paling tepat dibandingkan dengan jenis pembangkit lain.

Tantangan yang Dihadapi

Dalam upaya pembangunan dan pengembangan PLTMH, beberapa wilayah masih menghadapi beberapa tantangan, baik dari segi teknis, sosial, maupun administrasi. Sebagai contoh, apabila wilayah yang akan dibangun PLTMH ternyata memiliki aksesibilitas yang rendah, besarnya biaya transportasi juga akan terpengaruhi. Meskipun membutuhkan biaya yang besar dalam hal distribusinya, pembangunan PLTMH tetap harus diusahakan karena pemenuhan tenaga listrik pada dasarnya merupakan hak bagi setiap warga negara.

Pemerataan listrik di seluruh wilayah Indonesia menjadi bukti energi yang berkeadilan. Menurut Puni, pembangunan PLTMH tidak bisa selalu mengenai aspek efisiensi dan ekonomi karena hal tersebut menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil. Selain itu, yang perlu diperhatikan ialah terkait sumber daya manusianya. Kemampuan dan kontribusi masyarakat setempat sangat memengaruhi keberlangsungan dari PLTMH berbasis masyarakat. Membangun PLTMH artinya membangun masyarakat. Pembangunan PLTMH harus disertai dengan pemberdayaan warga, misalnya melalui penyuluhan ataupun pelatihan mengenai cara pengoperasian dan perawatan instalasi PLTMH. Masyarakat disiapkan untuk mempunyai kemampuan membangun bersama hingga melakukan pengelolaan PLTMH secara mandiri.

Strategi dalam Proses Perencanaan, Pengembangan, dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui PLTMH

Banyak PLTMH yang tidak berjalan karena kurangnya debit air dan perawatan yang tidak maksimal. Untuk itu, dalam perencanaan pembangunannya harus dipersiapkan secara baik. Menurut Puni, hal ini tidak bisa hanya memperhatikan aspek teknis dan administrasi, tetapi aspek sosial turut menjadi poin penting.

Dari aspek teknis, harus dilakukan survei mengenai daerah yang akan dibangun PLTMH. Aspek teknis tersebut di antaranya terkait ketersediaan debit air, perbedaan ketinggian, hingga daerah tangkapan air. Melalui aspek tersebut, selanjutnya disimpulkan apakah daerah tersebut layak atau tidak dibangun PLTMH. Dari aspek sosial, pembangunan PLTMH yang diharapkan ialah pembangunan berbasis masyarakat, bukan untuk profit, tetapi untuk kebermanfaatan.

Dalam hal ini, Puni mengatakan bahwa membangun PLTMH berarti memberdayakan rakyat. Pembangunan PLTMH tidak bisa dilakukan dengan sistem top-down yang proses perencanaan hingga eksekusi di lapangan sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah tanpa keterlibatan masyarakat.

Sebagai contoh, sistem top-down dijumpai pada pembangunan proyek PLTMH oleh pihak swasta secara mandiri. Kasus terburuknya, apabila terdapat instalasi yang memerlukan perbaikan, tidak ada masyarakat yang bisa turun tangan untuk memperbaiki karena kurangnya pemahaman.

Survei sosial penting dilakukan untuk mengetahui kesediaan masyarakat dalam berkontribusi ataupun menerima dampak yang dimungkinkan berkat pembangunan PLTMH. Apabila hal tersebut terpenuhi, pekerjaan yang sulit pun akan menjadi ringan, mudah diproses, dan akhirnya masyarakat pun mempunyai sense of ownership. Dengan demikian, saat PLTMH beroperasi, mereka memiliki rasa tanggung jawab untuk mengelola teknologi tersebut.

Tri Mumpuni bersama dengan anak-anak di sekitar aliran sumber PLTMH

“Kita melakukan yang namanya people development. Kita membangun manusia dan mikrohidro untuk menjadi alat untuk membangkitkan kekuatan masyarakat, menciptakan demokratisasi energi di tingkat lokal, dan rakyat mempunyai space atau tempat untuk menghasilkan energinya sendiri dan ini mempermudah atau memperingan kerja pemerintah.” Tri Mumpuni.

INDAH WILDAN NURIAH