Beranda Artikel Indonesia Butuh Insinyur!

Indonesia Butuh Insinyur!

oleh Redaksi

img-422171913-0001

Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2016 ini. Berbagai persiapan telah dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan mutu insinyur sebagai ujung tombak dalam kompetisi pasar bebas ASEAN ini. Siapkah anda?

MEA yang berlaku sejak 2016, kini seperti pisau bermata dua. MEA mampu menjadi peluang pengembangan pasar, sekaligus menjadi ancaman bagi Indonesia. Negeri kita ditantang harus siap dengan segala serbuan pasar bebas yang akan terjadi, salah satunya adalah arus pasar tenaga kerja profesional.

Salah satu arus pasar tenaga kerja yang perlu mendapat perhatian khusus adalah di bidang insinyur. Berbagai pembangunan yang direncanakan di masa yang akan datang pastinya akan mengundang negara tetangga untuk mencari nafkah di negeri kita. Lantas siapkah insinyur kita bersaing dengan insinyur negeri tetangga?

3

Menurut data dari UNESCO, pada tahun 2015 Indonesia sejatinya memiliki angka yang cukup besar dalam pencetakan sarjana teknik. Tercatat ada sekitar 140.000 lulusan sarjana teknik dari berbagai perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dengan menggunakan data dari Badan Pusat Statistik yang mencatat bahwa jumlah seluruh penduduk indonesia berjumlah sekitar 255 juta orang, menunjukan bahwa ada sekitar 0,055% dari seluruh penduduk Indonesia memiliki gelar di bidang keteknikan saat ini.

Pemerintah pada 2014 telah menetapkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Undang-Undang ini disusun guna meningkatkan kompetensi Sarjana Teknik untuk berkiprah di dunia keinsinyuran.

Mempersiapkan Insinyur, Bukan Sarjana Teknik!

Sebelum tahun 1990 semua mahasiswa dari Fakultas Teknik  di seluruh perguruan tinggi  yang telah menyelesaikan 160 SKS, akan diwisuda dengan gelar Insinyur (Ir). Namun setelah tahun 1993  mahasiswa yang telah lulus akan mendapatkan gelar Sarjana Teknik (ST) bukan lagi Insinyur (Ir).

Meskipun terkesan seperti dihapuskan, sebenarnya gelar insinyur masih tersedia dan masih bisa diperoleh. Hanya saja untuk memperoleh gelar insinyur saat ini tidak lagi di perguruan tinggi, namun melalui asosiasi jasa konstruksi seperti Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

Untuk mendapatkan sertifikasi insinyur, lulusan sarjana teknik harus mengikuti diklat yang diselenggarakan oleh PII. Namun nantinya menurut UU yang disiapkan tadi, seseorang dapat mendapatkan gelar insinyur apabila yang bersangkutan lulus dari Program Profesi Insinyur yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir memberikan mandat kepada 40 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta untuk merintis penyelenggaraan PS PPI.

Mantan rektor Universitas Diponegoro ini menargetkan, PS-PPI harus sudah mulai dilaksanakan pada tahun akademis 2016/2017, tepatnya September mendatang. Ke 40 perguruan tinggi tersebut terdiri dari 24 perguruan tinggi negeri dan 16 perguruan tinggi swasta, yaitu :

tabel univ

Kampus Kerakyatan Siap Produksi Insinyur

Sebagai salah satu universitas yang diberikan mandat, UGM khususnya Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (DTSL) telah menyiapkan rencana program ini mulai dari membentuk organisasi pengurus PS-PPI  dan mempersiapkan kerja sama dengan berbagai perusahaan jasa konstruksi.

“Sarjana teknik saat ini belum layak sepenuhnya berpraktik di lapangan, karena belum adanya pembinaan profesi yang lebih mengkhusus, ” tegas Ir. Sudarmoko, M.Sc selaku dewan pengurus PS-PPI di DTSL.

Hal tersebut sah saja karena selama ini sarjana teknik (ST) lebih berfokus pada teori-teori, baik pada saat kerja praktik maupun pembuatan tugas akhir. Lama kuliah program studi profesi insinyur ini berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun.

Kurikulum diisi oleh pembelajaran tatap muka di kelas dengan dosen yang telah memiliki sertifikat insinyur profesional madya (IPM) dan diberikan penugasan dari Persatuan Insinyur Indonesia atau bisa juga pengajar diambil dari perusahaan jasa konstruksi yang telah bekerja sama.

Setelah 6 bulan melewati masa pembelajaran di kelas, para calon insinyur ini akan diterjunkan langsung ke lapangan selama setengah tahun. Setelah menempuh program tersebut, seorang insinyur yang akan melakukan praktik akan memiliki surat tanda registrasi insinyur yang diperoleh dari PII tentunya setelah memenuhi kualifikasi.

Mengenai kurikulum,  saat ini sedang dipersiapkan lebih rinci dalam berbagai hal. Terutama dalam tahap penyamaan persepsi antar KBK, setelah itu baru akan dilakukan pengajuan ke pihak Fakultas Teknik yang kemudian akan disahkan oleh Universitas. Program ini akan dibuka setiap semesternya, sehingga memungkinkan peserta untuk mendaftarkan diri pada semester ganjil maupun semester genap.

Pasar bebas di ASEAN saat ini memang menjadi ancaman serius bagi para sarjana kita. Apalagi di masa pemerintahan Jokowi yang tengah menggiatkan pembangunan infrastruktur guna menunjang perekonomian negara.

Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para insinyur bersertifikasi dari berbagai negara di ASEAN untuk bekerja bahkan menguasai proyek di Ibu Pertiwi. “Untuk itu kita perlu meningkatkan lulusan insinyur bersertifikasi dalam menghadapi MEA di 2016 ini,” tambah pria  lulusan The University of Strathclyde, Glasgow, U.K.

Maka dari itu, universitas dan organisasi insinyur memiliki peran penting dalam melaksanakan program studi keinsinyuran guna mencetak insinyur yang benar-benar berkompeten dan dapat bersaing secara lokal maupun global.

Dengan diterapkannya PS-PPI ini, harapan negeri ini untuk memiliki para insinyur handal yang siap bersaing dan berjuang di zaman MEA kembali muncul. Lalu, siapkah anda menyandang gelar insinyur?

Penulis                 : Inggrit Tri Wida dan Indah Dianti Putri
Ilustrasi               : Narko Kurniawan dan Hutama Sektiaji

Artikel Terkait