“Bermainlah sejauh-jauhnya dengan sahabat-sahabatmu bahkan sampai larut malam, berinteraksilah dengan dunia di sekitarmu, buka mata dan pikiranmu, tapi tetap jangan sampai lupa belajar,” merupakan motto dari profil seorang alumni yaitu Bonifacius Rhyan Parahita, S.T. atau kerap dipanggil Boni. Ia merupakan alumnus Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada (UGM) yang kini bekerja sebagai Geotechnical engineer, Assistant project manager di Witteveen+Bos Indonesia.
Ketertarikannya pada dunia teknik sipil dimulai saat ia pergi berkeliling proyek untuk sekadar melihat proses-proses dalam menbangun gedung bersama ayahnya yang merupakan seorang arsitek sekaligus dosen. Pria yang lahir pada 24 Juni 1992 ini pun memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Teknik Sipil UGM setelah melepas bangku SMAnya. Pengalaman semasa ia duduk di bangku kuliah hingga perjuangannya untuk mencapai gelar dan pekerjaannya ia ungkapkan saat itu.
Aktif Organisasi
Sebagai seorang mahasiswa, ia aktif mengikuti berbagai organisasi di kampusnya. Salah satunya adalah Pecinta Alam Sipil Gadjah Mada (Palasigma). Diawali menjadi anggota atau Teman Palasigma (Tempala), dengan loyalitasnya ia dipercaya untuk menjadi Kepala Divisi Mountaineering di tahun kepengurusan 2012-2013. Ia mengikuti Palasigma untuk menyalurkan hobinya sejak SMP mendaki gunung. Selain itu, Palasigma menurutnya adalah sub bidang di Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil (KMTS) yang terkesan santai tetapi mendidik. Ia berpendapat dengan cara santai itu lebih menyenangkan dan justru lebih bisa diterima orang lain dengan baik dibanding menggunakan cara yang senioritas.
Selain Palasigma, ia juga menjabat sebagai pengurus Bidang 1 Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil (KMTS) bagian Minat Bakat dan Kerohanian selama 3 tahun. Menurutnya, dengan mengikuti organisasi tersebut ia dapat menjadi fasilitator antara mahasiswa dan pengurus KMTS dengan pihak departemen. Selain itu, dengan menjadi pengurus KMTS ia dapat menjadi sarana untuk memperjuangkan perubahan-perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan visi misi KMTS itu sendiri, tidak hanya diam dan menunggu orang lain untuk melakukannya.
Keaktifannya dalam berorganisasi ketika ia menjadi mahasiswa bermanfaat pada dunia kerja yang ia lakoni saat ini. Kemampuan managerial yang semakin meningkat, baik untuk diri sendiri maupun untuk tim serta kemampuan bersosialisasi yang semakin bertambah menjadikannya tidak kesulitan saat berinteraksi dengan klien, atasan, maupun anggota tim. Semua kemampuan itu akan terlihat muncul secara natural tanpa harus dipaksakan atau tanpa mengikuti pelatihan-pelatihan khusus.
Perjuangan Meniti Karir
Ketika memasuki dunia perkuliahan, ia ingin fokus pada bidang struktur bangunan karena melihat latar belakang pekerjaan ayahnya. Namun, keinginan tersebut tergoyahkan di semester lima saat ia mengerjakan tugas besar Perancangan Bangunan Teknik Sipil (PBTS) untuk pindah haluan menjadi fokus pada bidang geoteknik. Selama pengerjaan tugas tersebut ia semakin merasa kurang cocok jika akan fokus ke struktur, sementara di sisi lain ia semakin penasaran pada geoteknik. Ilmu geoteknik yang penuh dengan misteri, menjadi tantangan tersendiri baginya untuk fokus ke geoteknik.
Keputusan untuk fokus di geoteknik semakin mantap diambil olehnya setelah mengikuti program Double Degree di Hanze University of Applied Science Groningen, The Netherlands. Bersama 2 temannya, Benito Agus Putranto, di sana ia banyak diajarkan pengetahuan tentang sistem polder dari sisi hidro maupun geoteknik. Selain itu, ia juga mendapat kesempatan untuk internship selama 4.5 bulan di Royal HaskoningDHV yang fokus di bidang geoteknik. Seperti kata pepatah, sekali mendayung dua-tiga terlampaui, maka kesempatan internship itu tidak ia sia-siakan begitu saja.
Kesempatan itu ia gunakan untuk menulis skripsi dengan topik tentang metode-metode pendekatan hitungan kapasitas fondasi tiang pancang pada berbagai jenis tanah berdasarkan pengalaman proyek-proyek yang pernah atau sedang dikerjakan oleh perusahaan tersebut. Skripsi itu dijadwalkan lebih cepat untuk sidang kelulusan di Belanda. Ia pun dinyatakan lulus pada program Double degree di Belanda pada tahun 2014 dan mendapat gelar Ing. Bonifacius Rhyan Parahita, S.T. tepat saat hari ulang tahunnya. Skripsi tersebut ia bawa pulang ke Indonesia dan disesuaikan dengan persyaratan kelulusan UGM. Kemudian ia mengikuti sidang dan dinyatakan lulus pada Oktober 2014 serta wisuda pada bulan November 2014.
Pengalaman-pengalaman tersebut menyebabkan ia menjadi semakin tahu mengenai perusahaan-perusahaan di Belanda, termasuk Witteveen+Bos yang membuka kantor cabang di Indonesia. Ia mencoba peruntungannya dengan memasukkan lamaran kerja ke Witteveen+Bos dan akhirnya ia diterima sebagai Geotechnical engineer. Perusahaan Witteveen+Bos di Indonesia fokus pada bidang Port & Reclamation, sehingga banyak mengerjakan proyek-proyek terkait bidang tersebut. Contohnya adalah reklamasi Teluk Jakarta, Giant Sea Wall Jakarta (NCICD), reklamasi Centerpoint of Indonesia Makassar, pelabuhan/jetty, bendung/dam, water management dan water treatment, dan lain-lain.
Setelah masuk di Witteveen+Bos, ia langsung dilibatkan dalam proyek dengan pengarahan-pengarahan singkat sebelumnya mengenai latar belakang proyek dan metode pendekatan yang digunakan. Selebihnya, ia diharapkan untuk bisa aktif mengembangkan dirinya dengan belajar mandiri, mengikuti pelatihan eksternal, seminar, conference, atau diskusi dengan engineer yang lebih senior di Indonesia ataupun di Belanda. Sebagai konsultan, ia bertugas untuk membuat desain (mulai dari feasibility study, basic design, sampai detailed design), memberikan pendampingan pada klien saat tender (tender assistance), dan pendampingan teknis selama proyek berjalan (technical assistance, supervisi, dll).
Dunia Sipil Saat Ini
Menurutnya, dunia sipil di Indonesia sedang sibuk-sibuknya berbenah dengan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah pelosok seperti yang disampaikan dalam program Nawacita Jokowi. Selain pembangunan infrastruktur yang masif, Indonesia juga mulai berinovasi dengan reklamasi, terutama dengan sistem polder seperti di Belanda. Tak hanya itu, Indonesia juga sedang mencoba mengadaptasi sistem yang terintegrasi seperti water management (water and waste water), kanalisasi, dan tanggul laut untuk mengatasi banjir serta penurunan tanah yang cukup tinggi terutama di daerah-daerah perkotaan. Studi ekstensif saat ini banyak dilakukan oleh instansi-instansi terkait dan badan-badan pemerintahan, hal ini patut diapresiasi dan didukung oleh masyarakat luas.
Pembangunan itu apapun bentuknya akan memiliki dampak negatif terhadap lingkungannya, meskipun tujuan dari pembangunan itu untuk memajukan bangsa. Indonesia memiliki track record yang cukup buruk untuk penanggulangan dampak negatif dari pembangunan. Contohnya saja Analisis Masalah dan Dampak Lingkungan (AMDAL) yang sangat penting hanya digunakan sebagai syarat administratif dan dapat dengan mudah diperoleh asalkan ada uangnya. Tetapi untungnya, kesadaran pemerintah dan instansi terkait sudah lebih tinggi akan hal penanggulangan dampak negatif dari pembangunan, sehingga usaha-usaha untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dapat ditingkatkan.
Kuliah dan Kerja
Jika bekerja sebagai konsultan, ilmu yg didapatkan sewaktu kuliah itu sangat relevan untuk dipakai saat bekerja. Boni yang bekerja sebagai geotechnical engineer, ilmu yang ia gunakan relevan dengan yang telah dipelajarinya tentang geoteknik semasa kuliah. Selain ilmu dari pendidikan formal kuliah, soft skill juga sangat penting untuk diterapkan, terutama social skill, managerial skill, dan leadership. Ia berpendapat bahwa ilmu dari jenjang S1 masih banyak yang kurang sehingga tetap harus banyak belajar atau melanjutkan ke jenjang S2 sesegera mungkin.
Menurut pria yang berasal dari Yogyakarta ini, dunia kuliah dengan dunia kerja itu sangat berbeda. Soal-soal cerita yang biasa ditemukan di lembar ujian sewaktu kuliah, kini berubah menjadi soal cerita berupa keinginan-keinginan atau ekspektasi klien yang seringnya begitu tinggi. Keinginan tersebut pun terdapat banyak keterbatasan di lapangan, seperti keadaan tanah yang tidak sesuai harapan, data yang jumlahnya terbatas, data yang kualitas dan akurasinya dipertanyakan, keterbatasan material, kontraktor yang kurang kompeten, dan beberapa hal lainnya.
Keinginan klien tersebut pun harus dipenuhi dengan mencari solusi dari segala keterbatasan dan deviasi di lapangan. Sebagai konsultan, ia merasa seperti mengerjakan skripsi tiap harinya. Sementara itu ia tahu bahwa hasil dari “skripsi” tersebut akan diimplementasikan secara nyata, sehingga ada tekanan bahwa ia harus mengerjakan dengan sungguh-sungguh. Dengan begitu, ia tidak bisa lagi menggunakan asumsi-asumsi yang dulu bisa dengan mudahnya ia sebutkan saat mengerjakan soal ujian.
Jangan Sekadar Mengikuti Arus
Ada tiga pesan yang ia sampaikan untuk mahasiswa-mahasiswa saat ini. Pertama, selalu menjaga hubungan baik dengan teman-teman seangkatan dan juga teman-teman dari angkatan atas maupun bawahnya. Tidak perlu saling sikut-menyikut demi mendapatkan nilai yang bagus atau mencari muka di depan dosen dengan mempertaruhkan hubungan baik tersebut. Karena, saat bekerja teman-teman tersebut yang nantinya akan membantu kita. Apapun itu pekerjaannya, pasti akan saling membutuhkan satu sama lain.
Kedua, jadilah mahasiswa yang idealis, jangan sekadar mengikuti arus. Mahasiswa harus mempunyai tujuan yang jelas dan prinsip yang kuat. Sudah menjadi rahasia umum jika dunia sipil itu merupakan “lahan basah”, tapi selama memiliki idealisme yang kuat dan berprinsip bahwa apa yang dilakukan itu adalah untuk membangun Indonesia yang lebih baik, maka ia yakin generasi saat ini akan dapat memajukan dan membangun bangsa kita.
Ketiga, “Bermainlah sejauh-jauhnya dengan sahabat-sahabatmu sampai larut malam, berinteraksilah dengan dunia di sekitarmu, buka mata dan pikiranmu, tapi tetap jangan sampai lupa belajar”, katanya. Mengatur porsi bermain dan belajar dengan baik itu sangat penting. Bekerja bukan melulu tentang ilmu pengetahuan, tapi juga tentang banyak hal lain yang lebih penting. Tidak ada gunanya menjadi ahli pada suatu bidang, tetapi tidak dapat berkomunikasi tentang ilmu tersebut dengan baik.
Redaksi : Dyah Kharisma