Menilik Rupa Huntara: Hunian Sementara dalam Proses Mitigasi Pascabencana

Beberapa bulan terakhir, Indonesia tengah berduka karena bencana yang berturut-turut melanda. Belum juga sembuh luka akibat gempa di Lombok, Indonesia kembali diterpa dengan jerit pilu para korban gempa dan tsunami di Palu.

Menanggapi hal tersebut, penanganan pascabencana menjadi penting. Mulai dari pasokan bahan makanan sampai dengan relokasi korban ke suatu hunian sementara. Hunian sementara atau yang kerap disebut dengan Huntara dibangun pascabencana dan dapat berupa posko/tenda, rumah transisi, rumah tumbuh/core house, ataupun hunian serupa lainnya.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memiliki produk hunian sementara yang telah dibangun di lebih dari 60 wilayah di Indonesia bernama Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA). Pascagempa Lombok beberapa waktu lalu, Kementerian PUPR mulai gencar membangun RISHA di beberapa titik relokasi.

RISHA dipilih karena pembangunannya relatif cepat dan jumlah pekerja yang dibutuhkan sedikit. Selain hal tersebut, RISHA memiliki beberapa keunggulan lain, yaitu murah, ramah lingkungan, tahan gempa, movable (knock down), ringan, dan dapat dimodifikasi menjadi beberapa bangunan publik, seperti kantor, puskesmas, dan sekolah.

Komponen RISHA tersusun atas tiga panel, yaitu panel P1, panel P2, dan panel P3 atau simpul dengan berat masing-masing panel tidak lebih dari 47 kg. Setelah melalui proses pengembangan sejak 2004, RISHA telah diklaim memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan persyaratan mutu beton 24 MPa atau setara K-275. Rangka baja tulangan yang digunakan adalah baja tulangan diameter 8 mm dan 6 mm, sedangkan sambungannya menggunakan sistem sambungan kering mur baut dan plat 3 mm.

Dalam menangani permasalahan pascabencana di Lombok, pembangunan RISHA turut disertakan pemerintah sebagai salah satu solusi yang dibutuhkan oleh para korban. Selain RISHA, terdapat juga hunian instan yang lain bernama Huntrap.

Huntrap merupakan akronim dari Hunian Sementara Menuju Tetap. Konsep Huntrap sebenarnya sama dengan RISHA, yakni bangunan dapat dikembangkan lebih luas tanpa harus mengganti komponen struktur yang sudah terpasang. Serupa dengan RISHA, komponen-komponen Huntrap disambung menggunakan sambungan baut.

Di sisi lain, RISHA dan Huntrap memiliki beberapa perbedaan, seperti dalam bahan pembuatannya. RISHA terbuat dari beton seluruhnya, sedangkan Huntrap yang diusung oleh tim perwakilan Universitas Gadjah Mada (UGM) terbuat dari baja. Perbedaan lainnya terletak dalam konsep desainnya. RISHA dapat dibangun menjadi dua lantai, sedangkan huntrap tidak.

Dibandingkan dengan RISHA, Huntrap memiliki beberapa kelebihan. Kualitas dari RISHA sangat bergantung terhadap mutu betonnya, padahal mutu beton dipengaruhi oleh banyak hal, seperti pemilihan bahan, komposisi, pengadukan, maupun perawatannya. Apabila terdapat kesalahan dalam pembuatannya, mutu beton akan rendah dan hal ini dapat membahayakan penghuninya. Terlebih lagi, waktu yang diperlukan untuk mencapai umur mutu beton rencana adalah 28 hari. Hal ini berkebalikan dengan pembangunan Huntrap yang membutuhkan waktu kurang dari 24. Dengan menggunakan baja, Huntrap juga tersusun atas material dengan mutu yang lebih seragam.

Di samping keunggulan dan kekurangannya masing-masing, keduanya memiliki fungsi dan sasaran yang sama, yaitu sebagai hunian instan/rumah instan bagi para korban bencana. Dari sisi psikologis, respon masyarakat terhadap dibangunnya dua tipe hunian sementara ini menuai respon yang cukup beragam.

Sebagian masyarakat yang masih trauma dengan gempa memandang Huntrap sebagai hunian yang aman karena komponen Huntrap tidak terbuat dari beton. Di sisi lain, sebagian masyarakat merasa lebih yakin dengan RISHA karena belum terlalu percaya dengan struktur baja.

Dengan adanya peristiwa ini, semoga ke depannya pemerintah menjadi lebih siaga dan tanggap dalam proses mitigasi pasca bencana, serta akan terus lahir inovasi-inovasi baru dari hunian sementara lainnya.

Tulisan oleh Sekar Ayu Rinjani
Data oleh Zafirah, Ferian Yudha, Ryan Dwi Nugroho
Gambar oleh Ayumna Uzlifati dan Afif Rachmadi