Kemana Perginya UKT Kami?

Kamis (28/1), Wakil Rektor (Warek) Bidang Perencanaan Keuangan dan Sistem Informasi UGM, dalam wawancara eksklusif dengan Clapeyron Media, menjawab seputar tuntutan terhadap UGM terkait kebijakan penggunaan UKT selama pandemi.

Pandemi Covid-19 berdampak pada semua lini kehidupan masyarakat, mulai dari ekonomi, industri, sampai pendidikan. Universitas Gadjah Mada (UGM) yang memiliki lebih dari 60.000 mahasiswa dan 4.400 staf akademik, pun tak luput terkena imbasnya. Kegiatan belajar mengajar dan pelbagai kegiatan di dalam kampus terpaksa dilakukan secara dalam jaringan (daring) atau bahkan dibatalkan guna menekan angka penyebaran Covid-19 ini.

Adanya Surat Edaran Rektor UGM No. 1606/UN.1P/HKL/TR/2020 tentang Tanggap Darurat COVID-19 di Lingkungan UGM yang salah satu isinya meniadakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di lingkungan kampus dan menggantinya dengan metode KBM daring dan/atau menggunakan metode lain untuk menjamin kelanjutan proses dan mutu pembelajaran mulai Selasa, 17 Maret 2020. Dikeluarkannya Surat Edaran Rektor tersebut menimbulkan banyak polemik di kalangan mahasiswa, tidak terkecuali berkaitan dengan operasional kampus dan kegiatan akademik serta kemahasiswaan yang penyelenggaraannya didanai oleh UKT.

“Secara operasional memang banyak biaya yang bisa dihemat selama kebijakan study from home, seperti biaya listrik dan biaya perjalanan,” ucap Warek Bidang Perencanaan Keuangan dan Sistem Informasi, Supriyadi.

“Tetapi di satu sisi ada biaya yang tidak bisa dihemat dan malah bertambah. Misalnya UGM tidak memangkas gaji SDM-nya, dan juga terdapat biaya tambahan yang dikeluarkan dengan adanya pembentukan Satgas Covid-19, serta pelaksanaan protokol kesehatan di seluruh gedung. Jadi meskipun terdapat penghematan di satu sisi, namun kami tetap ada pengeluaran tambahan di sisi lain,” tambahnya 

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberi bantuan kuota internet sebesar 50 GB setiap bulan bagi mahasiswa. Bantuan diberikan mulai September-Desember 2020 untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19. Namun hal ini tidak terlepas dari polemik, banyak mahasiswa yang merasa besaran bantuan kuota internet ini tidak mencukupi.

“Jika tidak dapat bantuan kuota dari Kemendikbud, maka UGM akan berusaha untuk memberikan bantuan kuota internet dari mahasiswa. Untuk kejelasannya harus menunggu Kementerian karena tidak boleh double funding,” ujar Supriyadi.

Dalam bagian lain wawancara, Supriyadi juga menyinggung soal petisi yang dilayangkan oleh Aliansi Mahasiswa UGM. Dengan tegas Ia mengatakan UGM sangat memerhatikan kondisi ekonomi mahasiswanya sebelum menetapkan UKT yang perlu dibayarkan.

“Universitas sangat memerhatikan mahasiswanya terkait kebijakan UKT ini,” katanya.

Belum lama ini suatu kelompok yang menamakan diri mereka Aliansi Mahasiswa UGM memang tengah gencar-gencarnya menyuarakan sejumlah tuntutan yang membuat heboh masyarakat kampus.  Desakan yang dialamatkan kepada pihak rectorate serta petisi ekstrem yang menuntut untuk memangkas UKT sebesar 50% secara universal, pemberian kuota internet unlimited, menetapkan keringanan UKT dengan persentase yang baku bagi mahasiswa semester akhir sesuai dengan waktu kelulusan, dan memperbaiki pelayanan finansial dengan melibatkan mahasiwa dalam proses verifikasi keringanan UKT kerap disuarakan oleh kelompok tersebut. Oleh karenanya, pengalokasian dan pemotongan UKT menjadi topik yang hangat dibicarakan oleh kalangan mahasiswa.

“Mengenai tuntutan ‘pemotongan UKT sebesar 50% kepada mahasiswa di semua jenjang’ tidak dapat dipenuhi. Hal ini dikarenakan tidak seluruh keluarga dari mahasiswa terdampak secara ekonomi akibat pandemi ini,”  ucap Supriyadi.

“Kita perlu menyadari pandemi ini sebetulnya tidak berdampak bagi seluruh kalangan mahasiswa. Ada yang memang ekonominya sangat terdampak, sehingga susah untuk membayar UKT. Tetapi ada juga kalangan mahasiswa yang ekonominya tetap atau bahkan lebih,” tambahnya.

Sejauh ini UGM masih fokus terhadap aspek pemasukkan keluarga dibandingkan pengeluarannya. Hal ini dibuktikan dengan hanya difokuskan surat pengajuan berupa “slip gaji sebelum dan sesudah terdampak Covid-19”. Padahal mahasiswa tetap harus harus menutup biaya kekurangan kuota internet guna bisa mengikuti pembelajaran, membayar Tes Covid-19 supaya bisa ke kampus untuk melaksanakan praktikum luring bagi mahasiswa perantauan, serta pengeluaran lain yang membengkak akibat naiknya harga barang di pasar.

Dampak ekonomi akibat Pandemi Covid-19 adalah persoalan yang kompleks dan perlu dilihat secara holistis. Seperti yang kita ketahui ekonomi Indonesia mengalami resesi atau minus dalam dua kuartal berturut-turut yakni minus 5,32 persen pada kuartal II dan minus 3,49 persen pada kuartal III tahun 2020 akibat Pandemi Covid-19. Tidak hanya pemasukkan dari keluarga yang terhambat, namun perlu dilihat dari sisi yang lain seperti meningkatnya pengeluaran dari keluarga. 

“Jika ada masalah, saran, dan masukkan dapat disampaikan lewat Ditmawa dan BEM masing-masing Fakultas. Sampaikan supaya UGM dapat tahu dan mengerti. UGM tidak akan membiarkan mahasiswa/i terlantar dari segi pembelajaran maupun dari segi yang lain,” tutup Supriyadi.

Data dan tulisan oleh Yoga Faerial
Gambar oleh Setiawan Nugroho


Berikut petikan lebih lengkap wawancara dengan Wakil Rektor Bidang Perencanaan Keuangan dan Sistem Informasi, Supriyadi

Apakah nantinya terdapat pemberian bantuan kuota internet bagi mahasiswa untuk perkuliahan semester genap selama study from home?

Akan berjalan seperti semester sebelumnya, Kemendikbud yang akan memberikan bantuan kuota internet bagi mahasiswa. Mengenai besaran nilai kuota ditentukan oleh kementerian (universitas tidak bisa ikut campur).

Universitas membantu dengan melakukan pendataan yang mengacu pada data PDDikti. UGM melakukan cross-check data tersebut dengan membandingkannya terhadap data mahasiswa dari Simaster.Pada pemberian bantuan kuota internet semester gasal yang lalu tidak ada mahasiswa yang protes, sehingga dianggap bahwa semua bantuan kuota internet sudah masuk. Selain mahasiswa, dosen juga mendapatkan bantuan kuota internet ini.

Jika tidak dapat bantuan kuota dari Kemendikbud, maka UGM akan berusaha untuk memberikan bantuan kuota internet dari mahasiswa. Untuk kejelasannya harus menunggu kementerian karena tidak boleh double funding

Apakah kegiatan pemberian bantuan logistik kepada mahasiswa selama Pandemi Covid-19 masih dilanjutkan sampai sekarang?

Kegiatan pemberian bantuan logistik dikoordinasikan oleh Ditmawa. Fokusnya terhadap mahasiswa perantauan yang masih berada di indekos. Sekarang ini kegiatan tersebut sudah berhenti karena dirasa mahasiswa-mahasiswa tersebut sudah pulang ke kampungnya masing-masing. Jika masih ada mahasiswa perantauan yang kesusahan, bisa kita adakan kembali kegiatan ini. Intinya UGM tidak akan membiarkan warganya menderita atau tidak bisa melakukan sesuatu akibat pandemi.

Bagaimana UGM memastikan bahwa kebijakan keringanan UKT ini sesuai besarnya dan tepat sasaran?

Terdapat tahapan verifikasi yang dilakukan oleh Fakultas sebelum mahasiswa mendapatkan keringanan UKT ini. Secara garis besar mekanisme keringanan UKT adalah setiap mahasiswa harus mengajukan keringanan ke Fakultas masing-masing secara daring. Mahasiswa diminta mengunggah bukti-bukti terkait bahwa ekonomi keluarganya terdampak akibat pandemi ini. Selanjutnya Fakultas yang akan memberikan verifikasi mengenai penentuan besaran dan keringanan yang sudah diberikan. 

Pada awalnya keringanan UKT bagi mahasiswa S1 reguler dan vokasi berupa penurunan level; sedangkan S2, S3, dan IUP berupa persentase tertentu. Lambat laun atas masukkan dari Fakultas, keringanan UKT dibuat menjadi persentase tertentu semua. Hal ini dilakukan agar Fakultas dapat lebih fleksibel dalam menentukan besaran keringanan.

Pengajuan keringanan UKT untuk perkuliahan semester ini sudah ditutup. Sekadar informasi terjadi penurunan jumlah mahasiswa yang mengajukan keringanan UKT dibandingkan semester sebelumnya.

Bagaimana detail alokasi penggunaan UKT pada masa pandemi seperti saat ini?

UKT di UGM basisnya subsidi silang. Dimana besaran UKT sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga tersebut. Kita perlu menyadari pandemi ini sebetulnya tidak berdampak bagi seluruh kalangan mahasiswa. Ada yang memang ekonominya sangat terdampak, sehingga susah untuk membayar UKT. Tetapi ada juga kalangan mahasiswa yang ekonominya tetap atau bahkan lebih. 

Sebagai contoh, PNS tidak terlalu berdampak ekonominya karena penghasilannya tidak dipotong. Bahkan pekerjaan yang ada di bidang teknologi informasi atau kesehatan malah bisa naik pendapatannya karena pandemi ini. 

Terkait tuntutan yang disuarakan oleh aliansi mahasiswa UGM, yang menuntut agar pihak UGM dapat “memberikan potongan UKT sebesar 50% kepada mahasiswa di semua jenjang”, apakah tuntutan tersebut mungkin untuk direalisasikan? Mengapa?

Pada 15 Januari 2021 yang lalu, pihak rectorate dan aliansi mahasiswa UGM bersama dengan BEM telah melakukan public hearing. Mengenai tuntutan “pemotongan UKT sebesar 50% kepada mahasiswa di semua jenjang” tidak dapat dipenuhi. Hal ini dikarenakan tidak seluruh keluarga dari mahasiswa terdampak secara ekonomi akibat pandemi ini.

UKT yang ada di UGM ditentukan berdasarkan BKT (Biaya Kuliah Tunggal). BKT adalah keseluruhan dari biaya operasional tiap mahasiswa/mahasiswi per semester pada suatu program studi. BKT kelas 0, 1, dan 2 ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan PTN diberi kebebasan menyusun BKT selanjutnya. Akan tetapi UKT yang tertinggi tidak boleh melebihi BKT.

Jika dilihat dari proporsinya, mahasiswa dengan UKT kelas 4 dan 5 memiliki persentase terbesar; UKT kelas 0, 1, dan 2 sebanyak 20%; dan sekitar 8-10% diisi oleh UKT 8. 

Bisa dilihat, secara keseluruhan UKT tidak bisa menutup defisit yang terjadi. Oleh karena itu UGM menyelenggarakan program lain sebagai sumber dananya. Semisal IUP dan program magister. UKT hanya menutup sekitar ⅓ (atau bahkan kurang) dari defisit yang terjadi. 

Walaupun tuntutan tersebut tidak dapat dipenuhi, masih banyak bentuk keringanan yang dapat diajukan oleh mahasiswa kepada UGM. Misalnya saja berupa penyesuaian dan penurunan UKT, asalkan mahasiswa mengajukan keringanan tersebut.