Dana pemerintah hanya mampu memenuhi sekitar 37% dari dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan mendorong pertumbuhan pembangunan infrastruktur dengan mengeluarkan produk investasi khusus infrastruktur di pasar modal. Lantas, apa sih pasar modal itu? Seperti apa produk pasar modal khusus infrastruktur yang sudah berjalan?
Dewasa ini, pasar modal menjadi perbincangan yang cukup hangat di kalangan masyarakat. Tidak hanya di kalangan elit pengusaha, tetapi juga sudah merambah hingga kalangan muda. Dilansir dari market.bisnis.com, menurut pemaparan pihak Bursa Efek Indonesia (BEI), terjadi kenaikan jumlah investor sebanyak 28 persen sehingga jumlah investor menjadi lebih dari 1,5 juta pada tahun 2020. Hal ini menjadi sebuah bukti bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai melek akan investasi.
Akan tetapi, masih terdapat beberapa kesalahan konsep di masyarakat mengenai investasi. Banyak yang menganggap bahwa liabilitas yang mereka punya menjadi sebuah aset untuk diinvestasikan. “Aset memasukkan uang ke kantong saya, liabilitas mengeluarkan uang dari kantong saya,” dikutip dari buku “Rich Dad Poor Dad” yang ditulis Robert T. Kiyosaki. Aset yang dimaksud dalam buku tersebut, diantaranya seperti saham, obligasi, dan real estat. Sementara itu, liabilitas yang dimaksud yakni seperti hipotek dan kartu kredit. Investasi aset dapat dilakukan salah satunya melalui pasar modal.
Pasar modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1995. Menurut Pasal 1 dalam undang-undang tersebut, “Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek (surat berharga), Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”. Pasar modal diawasi oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Salah satu pasar modal yang ada di Indonesia salah satunya adalah BEI.
Pasar modal berperan besar terhadap perekonomian. Banyak sektor industri yang mendapatkan pinjaman modal untuk mengembangkan bisnisnya. Dikutip dari idxchannel.com, jumlah emiten (pihak yang melakukan penawaran umum) yang tercatat dalam pasar modal Indonesia hingga April 2021 sebanyak 803 emiten. Selain itu, pasar modal juga merupakan sarana masyarakat untuk menginvestasikan uang sehingga lebih bermanfaat dan berkembang.
Efek yang diperdagangkan di pasar modal merupakan media investasi masyarakat. Efek yang dimaksud adalah surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, saham adalah surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen (bagi hasil) dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor. Sementara itu, obligasi adalah surat utang berjangka lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu, dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat guna menutup pembiayaan perusahaan. Reksa Dana juga termasuk dalam produk pasar modal, yaitu wadah yang digunakan untuk menghimpun dana masyarakat pemodal.
Pasar modal menjadi salah satu sumber pendanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sumber pendanaan yang awalnya sepenuhnya berasal dari perbankan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kini mulai bergeser ke pasar modal.
Dikutip dari republika.co, pasar modal dianggap lebih sesuai untuk proyek infrastruktur yang membutuhkan pendanaan masif dengan jangka waktu panjang. Hal ini sejalan dengan program kerja Presiden Jokowi yang memfokuskan pembangunan infrastruktur untuk mendukung dan mempercepat proses kemajuan Indonesia.
Dilansir dari ekonomi.bisnis.com, biaya yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur pada tahun 2020-2024 sekitar Rp6.445 triliun. Biaya yang sangat besar tersebut tidak bisa dipenuhi hanya dengan APBN. Pemerintah hanya mampu memenuhi sekitar 37% dari total dana yang dibutuhkan. Kekurangan dana tersebut diharapkan dapat dipenuhi oleh sektor swasta sebesar 42% dan BUMN/BUMD sebesar 21%.
Dikutip dari katadata.co.id, instrumen pasar modal seperti Sekuritas Berbasis Aset (KIK EBA), Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), Investasi Real Estate (DIRE), dan Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA) telah dikeluarkan oleh beberapa BUMN.
Instrumen pasar modal terlihat sudah digunakan secara nyata untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Dilansir dari cnbcindonesia.com, RDPT, melalui RDPT Danareksa BUMN Fund 2016 Infrastruktur digunakan untuk pembiayaan pembangunan Soekarno-Hatta Sky Train dengan total dana sebesar Rp315 miliar. Pembiayaan infrastruktur juga dilakukan melalui RDPT Mandiri Infrastruktur Ekuitas Transjawa untuk membangun jalan tol dengan dana sebesar Rp5 triliun.
Pembangunan proyek infrastruktur yang terus dilakukan untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan instrumen investasi bidang infrastruktur di pasar modal, yaitu Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DINFRA) yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 52/POJK.04/2017.
DINFRA adalah wadah berbentuk kontrak investasi kolektif yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal. Sebagian besar dana tersebut selanjutnya diinvestasikan pada aset infrastruktur oleh manajer investasi.
Investasi pada aset infrastruktur dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Investasi secara langsung dilakukan melalui pembelian aset infrastruktur dengan ketentuan berada di wilayah Indonesia, mendukung program pembangunan, dan membawa manfaat bagi publik. Sementara itu,, investasi secara tidak langsung dilakukan melalui pembelian Efek, investasi pada Efek bersifat utang milik perusahaan pemilik aset infrastruktur, serta investasi pada Efek bersifat utang yang pembayarannya berasal dari aset infrastruktur.
Di samping banyaknya kebutuhan dana infrastruktur yang ada di Indonesia, DINFRA memiliki beberapa keuntungan yang ditawarkan. Konsumen dapat merasakan keuntungan dalam jangka panjang apabila meninjau dari prospek perkembangan infrastruktur yang terus meningkat. Selain itu, DINFRA dapat menjadi salah satu sarana bagi masyarakat awam untuk dapat menyalurkan keinginannya untuk ikut serta berkecimpung dalam dunia infrastruktur secara tidak langsung.
Akan tetapi, dibalik keuntungan yang didapatkan, risiko yang menyertai DINFRA juga relatif besar bagi para konsumen yang baru saja menjajal dunia pasar modal. Risiko yang dimaksud seperti nilai aset yang menurun serta aset infrastruktur yang tidak selikuid produk pasar modal. Selain itu, DINFRA juga memiliki batasan jangkauan bagi setiap konsumennya. Hal itu dibuktikan melalui sistem investasinya yang hanya dapat menjangkau bidang infrastruktur saja. Terlebih lagi, metode yang digunakan DINFRA dalam proses yang digunakan cenderung terbatas dan tidak sefleksibel jenis pasar modal yang lain.
DINFRA telah menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu produk dari pasar modal. Dilansir dari situs resmi Lippo Cikarang, DINFRA Bowsprit Township Development USD adalah investasi jangka menengah terkait pembangunan kawasan Kota Mandiri Meikarta. DINFRA ini memiliki nilai sebanyak USD 260 juta. Selain itu, dilansir dari cnbcindonesia.com, pembangunan ruas jalan tol Gempol-Pandaan sepanjang 13,61 kilometer yang dikelola oleh PT Jasamarga Pandaan juga dibiayai oleh DINFRA Toll Road Mandiri-01. DINFRA ini dikelola oleh PT Mandiri Manajemen Investasi dengan nilai Rp1,1 triliun.
Infrastruktur merupakan salah satu indikator daya saing suatu negara. Menurut laporan Global Competitiveness Index yang dirilis World Economic Forum, daya saing nasional Indonesia berada pada posisi 50 dari 141 negara. Pembangunan infrastruktur yang terhambat mengakibatkan daya saing negara akan terus turun dan semakin tertinggal. Hal ini akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pasar modal menjadi salah satu harapan untuk membantu pembiayaan proyek infrastruktur yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah. Salah satu pasar modal yang ada di Indonesia adalah BEI.
Mendorong masyarakat untuk berani berinvestasi ke pasar modal adalah salah satu cara untuk mendorong perkembangan negara. Salah satu alasan banyak masyarakat ragu untuk berinvestasi ke pasar modal adalah kurangnya informasi. Pasar modal telah memiliki aturan perundang-undangan serta fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang melindungi proses transaksi di pasar modal. Sebagai individu yang mengerti kebermanfaatan dari keikutsertaan di pasar modal, sudah menjadi tugas kita untuk menggencarkan informasi ini untuk kemajuan bangsa.
Tulisan oleh Nada Gitalia
Data oleh Nadya Khailifa
Desain oleh Bagas Adi