Tiga Kandidat Penentu Haluan Universitas Gadjah Mada

Selalu ada babak baru dalam hidup. Kisah akan terus berlanjut dengan alur dan tokoh yang berbeda. Kali ini, Universitas Gadjah Mada akan membuka dan mengisi lembaran kosong pada jurnal perjalanannya dengan memilih seorang pemimpin yang baru. Selama lima tahun ke depan, dalam jangka waktu dari 2022 sampai dengan 2027, Universitas Gadjah Mada akan dipimpin oleh seorang rektor baru yang memiliki visi dan misi untuk melanjutkan perjuangan pemimpin pada periode sebelumnya.

Pemilihan rektor Universitas Gadjah Mada tentunya tidak bisa dibilang mudah. Seleksi yang dilakukan harus benar-benar menyaring para calon yang berpotensi sehingga ditemukan satu nama terbaik. Karena Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu universitas terbesar di Indonesia, rektor yang memimpin harus memiliki kapabilitas dalam mempertahankan peringkat “Kampus Kerakyatan”. Harapannya, kampus ini tetap menjadi yang terunggul di mata nasional dan mendapatkan peringkat yang lebih tinggi dalam persaingan global.

Oleh sebab itu, Universitas Gadjah Mada menginginkan seorang pemimpin yang cerdas, dapat memanfaatkan banyak peluang dan kesempatan di masa depan, serta mampu untuk terus berinovasi sehingga dapat memberikan kemajuan yang signifikan dalam kurun waktu lima tahun. Rektor baru UGM juga diharapkan bisa mengembangkan jaringan kerja serta relasi yang dapat menguntungkan kampus, baik dari segi pengembangan manusia maupun segi finansial.

Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang disebutkan sebelumnya, Panitia Kerja UGM membuat peningkatan proses seleksi calon rektor pada aspek prosedur dan substansi. Untuk prosedur, Panitia Kerja (Panja) saat ini memberikan kesempatan pada masyarakat untuk terlibat dalam proses seleksi. Hal tersebut dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang ada sehingga masyarakat dapat mengajukan pertanyaan, bahkan memberikan komentar, kepada calon-calon rektor yang terdaftar. Dua komponen yang didapatkan Panitia Kerja melalui masyarakat nantinya akan menjadi bahan pertimbangan Panja dalam mencari calon rektor yang terbaik dan bisa diterima oleh publik.

Calon rektor yang telah mendaftar wajib menyusun Program Kerja dan Strategi Pencapaian Tujuan yang Terukur. Selain itu, pengembangan terhadap aspek prosedur mewajibkan calon untuk membuat Surat Motivasi sekaligus Narasi Personal yang isinya menjelaskan tentang diri para calon sendiri. Tambahan persyaratan tersebut diharapkan dapat menjadi bahan yang memudahkan dalam menilai calon rektor yang cocok untuk dijadikan pemimpin Universitas Gadjah Mada pada periode 2022–2027.

Terlepas dari aspek prosedur yang mengalami peningkatan persyaratan, aspek substansi juga memberikan lima kriteria utama yang menjadi pertimbangan pokok dalam penilaian calon rektor terpilih. Lima kriteria tersebut di antaranya adalah berkomitmen terhadap pelestarian dan pengembangan nilai-nilai dan jati diri UGM, memiliki kemampuan menjaga keutuhan dan keberlanjutan UGM, berintegritas dan berkomitmen tinggi, memiliki jiwa kepemimpinan dan kemampuan manajerial, serta berwawasan luas mengenai pendidikan tinggi.

Ada lima tahapan yang perlu dilalui dalam pemilihan rektor UGM yang akan mengerucutkan jumlah pendaftar. Tahapan-tahapan tersebut di antaranya adalah pendaftaran yang dilakukan pada tanggal 24 Januari sampai 9 Maret 2022, kemudian dilanjutkan dengan seleksi administrasi pada tanggal 24 Maret sampai 6 April 2022. Setelah melalui dua tahapan tersebut, calon rektor akan mengikuti Forum Aspirasi yang diadakan pada tanggal 18 sampai 29 April 2022 dan dilanjutkan dengan Seleksi oleh Senat Akademik pada tanggal 9 sampai 13 Mei 2022. Tahapan akhir sekaligus penutup yang harus dilalui adalah Pemilihan dan Penetapan oleh Majelis Wali Amanat pada 17 sampai 20 Mei 2022.

Dari delapan orang berkurang menjadi tujuh orang, dari tujuh orang berkurang menjadi enam orang, dan berakhir dengan hanya tersisa tiga calon dengan kualifikasi terbaik. Prosesi pemilihan calon rektor UGM sudah memasuki tahap akhir, yaitu Pemilihan dan Penetapan oleh Majelis Wali Amanat pada tanggal 17 sampai dengan 20 Mei 2022.

Pemilihan rektor akan dilakukan dengan memungut suara-suara dari komponen penting UGM seperti yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Perem Ristekdikti) nomor 21 tahun 2018. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa Menristekdikti sebagai anggota Majelis Wali Amanat yang mewakili pemerintah mendapatkan bobot suara sebesar 35%. Sisanya, 65% bagian dalam pemungutan suara keseluruhan akan diberikan pada setiap warga Majelis Wali Amanat (MWA) lainnya. Kemudian, hanya 4% hak suara dalam pemilihan rektor ini diberikan kepada mahasiswa.

Mahasiswa merupakan civitas academica UGM dengan jumlah kurang lebih sebanyak 50.000 yang tersebar dalam jenjang D4, S1, S2, dan S3. Dengan memberikan jumlah suara sebanyak 4%—yang tidak memberikan pengaruh besar dalam pemilihan rektor jika dibandingkan dengan 35% suara milik Menristekdikti—rasanya tidak adil bagi 50.000 mahasiswa yang terlibat langsung dengan kehidupan perkuliahan di bawah naungan UGM setiap harinya.

Mengapa mahasiswa yang merupakan salah satu elemen penting di sebuah universitas tidak diberikan hak yang sama dalam pemilihan rektor? Bukannya universitas seharusnya bersikap demokratis sehingga mahasiswa bisa memberikan suaranya karena merupakan bagian dari UGM dan orang-orang terpelajar? Bagaimana dengan isu-isu politisasi dan komersialisasi jabatan yang sering diperbincangkan oleh masyarakat?

Melihat kata demokratis, mari kembali pada tanggal 9 sampai 13 Mei 2022 ketika seleksi calon rektor oleh Senat Akademik dilaksanakan. Tiga nama orang yang berpotensi diumumkan oleh Senat Akademik tak lama setelah seleksi tersebut dilaksanakan. Pemilihan calon rektor tersebut tidak dilakukan secara terbuka. Padahal, alangkah lebih baik jika mahasiswa sebagai bagian civitas academica dengan jumlah yang banyak diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi berkaitan dengan permasalahan dunia kampus yang sering ditemui. Dengan menyediakan forum berskala besar, selain Acara Sarasehan Nyawiji dan Forum Aspirasi Publik, mahasiswa mampu menyuarakan pendapatnya sehingga pemilihan calon rektor ini dipertimbangkan dengan implikasi mahasiswa di dalamnya dan benar-benar bersifat demokratis.

Beberapa permasalahan yang perlu digarisbawahi dan perlu diberi atensi lebih oleh calon rektor dan rektor terpilih adalah pembangunan fasilitas kemahasiswaan, akademik dan pelayanan mahasiswa, serta pelayanan finansial mahasiswa. Pembangunan fasilitas kemahasiswaan difokuskan pada pembangunan gelanggang mahasiswa, GOR Pancasila, kawasan kerohanian, dan unit layanan disabilitas. Sementara itu, akademik dan pelayanan mahasiswa dimaksudkan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, pelaksanaan program MBKM, pelaksanaan KKN-PPM UGM, serta penyediaan fasilitas dan layanan penyandang disabilitas. Selain itu, ada poin bahasan penting terkait pelayanan finansial mahasiswa, yaitu keterlibatan mahasiswa dalam memverifikasi UKT dan penyediaan layanan konseling finansial mahasiswa.

Catatan-catatan penting usulan mahasiswa yang seharusnya tersampaikan baik kepada calon rektor dan rektor terpilih seharusnya dapat memberikan bayangan bagaimana pemimpin baru harus menjalankan armada Universitas Gadjah Mada dalam jangka waktu lima tahun. Calon-calon nakhoda kapal kehidupan perkuliahan para mahasiswa haruslah memberikan dedikasi yang terbaik sehingga bisa menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.

Kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Agus Kironoto, Prof. Dr. Eng. Ir. Deendarlianto, S.T., M.Eng., serta Prof. dr. Ova Emilia, M.Med., Ed., Sp.OG (K), Ph.D. yang namanya terpilih dalam Rapat Pleno Senat Akademik untuk Seleksi Calon Rektor Universitas Gadjah Mada, siapkah Anda mengarungi lautan dengan ombak yang bergulung-gulung bersama dengan para mahasiswa?

Ditulis oleh Choirunnisa Qurratu
Data oleh Nathanael Bimo Priyogodo
Ilustrasi oleh Tiara Ramadhani