Beranda Opini Siapkah Indonesia “Buka Masker”

Siapkah Indonesia “Buka Masker”

oleh Redaksi

Pandemi, pandemi, dan pandemi—selama 2 tahun kita hidup beriringan dengan kondisi tersebut. Protokol kesehatan yang silih berganti, kurva Covid-19 yang bergerak seperti detak jantung, tenaga kesehatan yang dirindukan untuk pulang, dan banyaknya nyawa yang meninggalkan orang-orang tersayang.

Ditelisik ke sisi ekonomi yang jawabannya sudah kita ketahui, yaitu menyedihkan. Selama pandemi berjalan, UMKM banyak yang harus terpaksa tutup dan ekonomi Indonesia sulit untuk berkembang karena ekspor-impor tidak bisa terlaksana. Dibuktikan dengan turunnya Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada awal pandemi dari 2,97 menuju -5,32 persen dalam rentang Triwulan I 2020 ke Triwulan II 2020.

Berpindah ke bagian lainnya, sektor lingkungan banyak menuai pro-kontra mengenai masker dan limbah medis lainnya seperti APD, jarum suntik, dan antiseptik yang jumlahnya melonjak tinggi. Apabila tidak dibuatkan tempat sampah khusus dan diolah secara tertata, masker yang katanya melindungi kesehatan ternyata malah menjadi salah satu penghasil sampah terbesar di dunia yang harus diurai selama 450 tahun lamanya. Dilanjutkan dengan limbah medis jenis bahan berbahaya dan beracun (B3) yang seharusnya perlu diolah secara khusus dan dipisahkan, tetapi terkadang masuk tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa diolah terlebih dahulu.

Wahana roller coaster dapat menggambarkan apa yang terjadi di Indonesia selama 2 tahun ke belakang. Jika ditanya apakah kita bosan, tentu saja jawabannya akan iya dan ingin segera kembali ke kondisi saat kita bisa menonton konser, bertemu teman sekolah yang kebanyakan membenci matematika, dan menjadi suporter untuk mendukung Sipil Solid tercinta.

Selasa, 17 Mei 2022, Presiden Joko Widodo mengumumkan hal yang semua orang tunggu dan dambakan, yaitu perizinan untuk membuka masker walaupun tetap dengan syarat dan ketentuan. Masyarakat diperbolehkan untuk membuka masker apabila berada di luar ruangan yang tidak terlalu padat manusia. Hal ini merupakan alarm bahwasanya kita sudah mendekati keadaan normal kembali.

Per 30 Mei 2022, kurva kasus harian Covid-19 di Indonesia sudah menurun dan melandai sehingga Presiden berani untuk melonggarkan penggunaan masker. Kemudian, besarnya angka vaksinasi dosis pertama hingga booster menandakan bahwasanya masyarakat sudah sadar akan pentingnya vaksin supaya segera tercapainya herd immunity dan kehidupan kembali seperti sediakala.

Selain itu, negara-negara lain yang sudah mulai membuka masker juga menunjukkan hasil positif sehingga Indonesia dapat mencontoh dan meniru mereka, asalkan disesuaikan sedemikian rupa supaya cocok apabila diterapkan di Indonesia. Mulai dari yang terdekat, yaitu Singapura yang sudah membuka masker sejak Maret 2022. Berpindah ke salah satu negara di Benua Biru, yaitu Denmark yang mulai membuka masker karena sudah lebih dari 60% warganya berhasil divaksinasi. Terakhir, Amerika Serikat yang sudah mulai menggelar konser dan pertunjukan, tetapi tetap menggunakan masker ketika di dalam ruangan.

Meskipun sempat mengalami kesulitan, menjumpai banyak kontroversi, dan memerlukan adaptasi dengan adanya kasus varian Omicron. Setelah masker benar-benar dilepas, kurva pertambahan pasien positif mulai beranjak turun dan relatif landai. Dilanjutkan hasil positif lainnya, yaitu kurva jumlah masyarakat yang meninggal karena Covid-19 selalu turun.

Kenapa Kita Harus Membuka Masker?

Setelah berbagai pertimbangan tersebut, Penulis setuju bahwa Indonesia perlu menjadi negara yang melepas maskernya dan kembali menggelar kegiatan-kegiatan luring sepenuhnya, terutama di sektor pendidikan. Sudah terlalu lama pelajar di Indonesia hanya belajar secara virtual yang faktanya lebih banyak memberikan dampak negatif di dalamnya.

Dilansir dari McKinsey, adanya pandemi membuat gap pendidikan antara negara maju dan negara berkembang makin besar. Negara-negara yang memiliki tingkat ekonomi tinggi dan mampu segera beradaptasi dengan Covid-19 (negara di Amerika Utara dan Eropa) dapat segera melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal, sedangkan negara-negara berkembang (negara Asia Selatan dan Afrika) kesulitan untuk beradaptasi sehingga kegiatan belajar mengajar tidak dapat segera terlaksana.

Ditambah lagi, adanya isu mental health yang didapat karena terlalu lama berada di rumah. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perasaan kesepian dan kurangnya interaksi sosial selama dikurung di dalam rumah. Kemudian, adanya diskriminasi terhadap mereka yang terinfeksi Covid-19 juga menjadi salah satu faktor penyebab turunnya mental health seseorang. Terakhir dan yang paling parah, yaitu dampak kondisi ekonomi, seperti terpaksa bangkrut, usaha tutup, dan terkena PHK, tentu saja akan sangat berdampak besar terhadap kesehatan mental seseorang, bahkan bisa memicu bunuh diri.

Di Indonesia sendiri, selama adanya pandemi, banyak masalah yang terjadi pada sektor pendidikan. Misalnya, perangkat dan koneksi yang tidak memadai sehingga kegiatan belajar mengajar sulit untuk dioptimalkan. Kemudian, tidak semua komponen, baik itu guru maupun murid, siap dan cepat untuk beradaptasi belajar secara daring.

Dilihat dari sisi pelajar, banyak dari pelajar yang senang dengan kondisi online karena dapat bangun kapan saja dan meninggalkan kelas begitu saja. Selain itu, ketika ujian, pelajar tidak perlu belajar karena dapat membuka buku, gawai, ataupun bertanya kepada teman melalui aplikasi pesan. Mindset yang salah dari pelajar ini menjadikan pendidikan tidak optimal dan tentu saja mendapatkan nilai tinggi tanpa adanya ilmu di dalamnya.

Pembelajaran online juga dinilai kurang efektif pada mata pelajaran yang memerlukan praktik secara langsung, misalnya pada anak-anak SMK yang bobot pembelajarannya lebih memberatkan praktik daripada teori karena mereka ditujukan untuk siap kerja. Oleh karena itu, secara tidak langsung pandemi juga menjadikan pelajar berkurang kemampuan praktiknya.

Penulis juga yakin bahwasanya semua golongan masyarakat di Indonesia ingin secepat mungkin melepas masker agar dapat menampakkan wajah indah mereka. Hal tersebut bukanlah tanpa bukti—dapat kita saksikan di sekitar kita sudah mulai banyak kegiatan luring yang berjalan lancar dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Dapat dilihat melalui antusiasme warga yang tinggi terhadap keramaian yang mereka rindukan, seperti menonton konser dan olahraga, mengadakan event, baik di sekolah ataupun kampus, dan mudik untuk bertemu sanak saudara.

Dari berbagai alasan tersebut, sudah sepatutnya Indonesia harus sesegera mungkin memulihkan diri dari pandemi. Lagi pula, kurva sudah melandai dan adanya kelonggaran dari presiden mengenai protokol kesehatan secara tidak langsung menandakan bahwa kita sudah dapat hidup normal kembali. Selain itu, kesadaran warga yang makin tinggi akan pentingnya vaksinasi juga menjadi salah satu alasan kenapa kita berani untuk membuka masker.

Benar Siapkah Indonesia untuk Membuka Masker?

Saat ini, fasilitas kesehatan di Indonesia terus ditingkatkan demi menunjang kemudahan masyarakat dalam memperoleh perawatan kesehatan. Mulai diperbanyaknya jumlah generator oksigen dan kompresor, dilengkapinya berbagai obat-obatan, juga dipermudahnya penggunaan BPJS yang dapat diakses secara online. Ditambah, proses vaksinasi di Indonesia juga makin membaik, ditandai dengan mudahnya akses ke tempat-tempat untuk menerima dosis vaksin.

Infrastruktur di Indonesia juga sudah mulai diajak beradaptasi dengan diberlakukannya teknologi sensor untuk menghindari adanya kontak secara langsung yang mampu menjadi tempat penularan virus. Misalnya, automatic door yang akan langsung terbuka ketika menerima sensor saat sesuatu bergerak ke arahnya mulai banyak diterapkan pada fasilitas publik di Indonesia. Selain itu, juga diusung kebijakan-kebijakan seperti penyekatan penumpang dan penyemprotan disinfektan secara berkala pada kendaraan umum.

Beralih ke aplikasi pintar rancangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian BUMN yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas COVID-19 pada masa pandemi Covid-19. Aplikasi bernama Peduli Lindungi ini memiliki banyak manfaat yang dapat mempermudah masyarakat Indonesia. Aplikasi ini dapat digunakan untuk melihat mana saja zona risiko, statistik Covid-19, tracking Covid-19, sampai dapat digunakan sebagai paspor digital yang mampu memuat data sertifikat vaksin dan hasil tes Covid-19 di aplikasi secara otomatis.

Selaras dengan dibuatnya aplikasi Peduli Lindungi, pemerintah juga menerapkan kebijakan pembatasan pengunjung yang memanfaatkan fitur QR code pada aplikasi Peduli Lindungi. Kebijakan ini mampu memperkecil penularan Covid-19 karena dapat mencegah terjadinya kawasan yang terlalu ramai dan padat.

Sektor Ekonomi juga menunjukkan progres positif yang mana sudah mampu beradaptasi terhadap pandemi seperti adanya sistem pembayaran secara cashless. Ditambah, selalu terlihat tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan hand sanitizer di depan warung serta pelayanan menggunakan sarung tangan untuk mencegah makanan menjadi sarana penularan virus-virus.

Terakhir, dari point of view sektor pendidikan yang mulai menjalankan hybrid learning, bahkan yang tidak sedikit yang sudah mengambil kebijakan full offline, sudah tidak mengalami kendala lagi seperti penerapannya di awal. Sudah jarang terdengar adanya klaster positif dari sekolah dan warga sekolah yang menyambut positif sekolah secara luring.

Oleh karena itu, Penulis berani berasumsi bahwa sudah terdapat secercah cahaya yang menjadi tanda kalau kita dapat segera kembali ke era sebelum pandemi. Selain dari data-data tersebut, kita juga dapat melihat secara langsung bahwa sektor ekonomi sudah mulai bergerak kembali ditandai dengan mulai dibukanya warung-warung UMKM yang sempat dipaksa untuk tutup. Sepinya rumah sakit yang dulu ramai layaknya angkringan 24 jam dengan Wi-Fi 100 Mbps. Banyak sekolah yang sudah mulai hybrid, bahkan sudah sepenuhnya kembali berdinamika dengan sebuah buku, bangku kayu, meja yang penuh dengan coretan, dan papan tulis yang selalu berganti tanggal di pojok atas sebelah kanan.

Selanjutnya, kita juga sudah dapat bertemu dengan saudara yang terakhir kali pulang pada bulan Juni 2019. Terakhir, lagu “Hati-hati di Jalan” dan “Hot Sauce” yang sudah mulai dinyanyikan di depan khalayak ramai menjadi bukti bahwa kita sudah sepantasnya kembali ke kehidupan yang telah lama kita idam-idamkan.

Namun, kita juga harus tetap waspada karena akhir-akhir ini banyak virus yang bermutasi dan membahayakan kesehatan kita. Meskipun fakta sudah berbicara apabila angka vaksinasi sudah makin meningkat dan kurva Covid-19 makin menurun, kita harus belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya ketika kurva tiba-tiba kembali membukit sehingga kita terpaksa kembali terkurung di dalam layar.

Kita harus tetap wawas diri, hanya kita sendiri yang mengetahui bagaimana kondisi tubuh kita. Sadar dan tahu diri akan timing membuka dan melepas masker menjadi kunci supaya kemungkinan-kemungkinan terburuk dapat dihindari.

Pada akhirnya, penulis ingin kembali menegaskan dan berpendapat bahwa Indonesia sudah sepatutnya meniru jejak negara lain yang sudah mulai melonggarkan penggunaan masker dan hidup secara normal. Namun, dengan tetap memperhatikan dan waspada akan kemungkinan-kemungkinan yang tidak kita inginkan, tetapi bisa saja terjadi.

Tulisan oleh Taufik Rosyidi
Data oleh Gregorius Richardo
Ilustrasi oleh Alif Vivian Adyatma

Artikel Terkait